(1 Januari - pukul 02.13 dini hari)
Tak hanya hanya Lisa, Rosma salah seorang mahasiswi ilmu kelautan yang duduk di kursi nomor 12A dalam penerbangan XZ 1949 pada malam itu juga mengalami kejadian yang menyeramkan.
Ruang kabin penumpang disuguhi suasana hening kala itu. Sunyi terhimpit dingin, tak ada lagi penumpang yang doyan bersuara. Rosma kalang kabut menyibak bosan yang menggerayangi benaknya. Mata dia picingkan cukup lama, namun dia tak terlap jua dalam mimpinya, padahal sisa perjalanan menuju Biak masih lama. Waktu merangkakbegitu lambat yang dirasakan oleh Rosma. Entah berapa kali sudah Rosma plonga-plongo lihat kiri kanan tak tahu harus berbuat apa untuk mengusir bosannya.
“Kok tumben-tumbennya mata nggak sudi diajak kompromi nih, padahal..... sisa perjalanan menuju Biak masih jauh lagi...!” Gerutu Rosma pada matanya sendiri.
Kasak-kusuk garuk-garuk kepala........, Rosma iseng mengintip keluar pesawat melalui kaca jendela. Tak disangka......, seketika dia mengintip keluar, seketika itu juga suara halilintar terdengar menggelegar.
“....duaaaaaaaarrrrr.....! .....buuuuuuummmm.......!”
“Bedebah.....!” Rosma mengumpat latah.
Tiga kali suara menggelegar terdengar, lalu diikuti cahaya kilat berliku-liku yang muncul tak jauh dari pesawat. Angkasa malam merah merona seketika, langit seolah-olah terbakar terlihat olehnya.
Walau ngeri melihat, namun Rosma masih bernyali mengintip keluar dari kaca jendela pesaway. Sepintas....., sepasang bola mata Rosma menangkap adanya sebuah bayangan putih yang berada tak jauh dari pesawat. Jidat Rosma berkerut-kerut melihat. Soalnya...., bayangan putih itu menyerupai sebuah pesawat yang hampir sama besarnya dengan pesawat Airbus A320 itu.
Rasa penasaran Rosma mencuat, dia lebih mendekatkan wajahnya lagi ke kaca jendela pesawat. Masih tak puas juga melihat, kening dan hidungnya pun bahkan dia tekankan ke kaca jendela dengan kuat. Rosma membesarkan bola matanya, dia perhatikan dengan seksama, dan kini bayangan putih itu semakin jelas terlihat. Memang benar, ada suatu bayangan nyata menyerupai sebuah pesawat yang berjarak sekitar dua ratus meter dari pesawat mereka.
Semakin lama..., bayangan putih yang menyerupai pesawat itu semakin mendekat, hanya beberapa meter saja jaraknya dari dinding pesawat mereka. Rosma terus mengamati, dia membuka matanya lebih lebar lagi, pesawat itu terlihat semakin jelas. Rosma memperhatikan bagian demi bagian pesawat itu termasuk jendela yang berjejer, semuanya terlihat gelap tanpa ada penerangan di sana.
Sesuatu yang aneh, salah satu dari sekian banyak jendela yang ada di pesawat itu tiba-tiba saja mengeluarkan cahaya. Cukup terang sorotan cahaya itu terlihat, begitu menyilaukan mata, menyerupai lampu mercu suar yang bersinar di malam buta. Rosma tercengang, dia semakin membelalakkan matanya. Terlihat lagi olehnya ada suatu keanehan lain di sana, ternyata ada sesosok wajah seorang wanita mirip dengan Rosma yang sedang mengintip dirinya dari balik jendela.
“Astaga.....!” Ucap Rosma tersentak kaget.
“Ada orang sedang ngintip aku kayaknya tuh, wajahnya mirip aku lagi.....!” Darah Rosma berdesir-desir melihatnya.
Beberapa saat Rosma hanya bisa terperangah dalam keheranan. Matanya yang terpelotot bahkan dia gosok-gosok dengan kedua tangannya karena saking tak percaya. Rosma lebih melotot lagi, lalu kembali gosok-gosok mata hingga memerah warnanya. Namun wajah gaib seseorang yang mirip dengannya itu tetap saja ada di sana.
Jantung Rosma mendadak mencak-mencak melihat. Wajah seorang yang mengintip dirinya itu seketika berubah, kini terlihat lusuh, tak lagi muda mirip Rosma seperti tadi, tapi kali ini mirip nenek-nenek usia lebih dari 90 tahun. Kulit wajah wanita tua itu berkerut-kerut seperti jeruk purut. Rambutnya putih ubanan, sangat panjang lagi, mirip kuntilanak. Kedua bola mata wanita itu putih semua, mirip hantu jadi-jadian.
“Baaaaah.....! gendeng....! gila beneeer..!” Umpat Rosma cuap-cuap. Cepat-cepat dia memalingkan wajahnya dari kaca jendela. Jaket yang dia pakai untuk menahan dinginnya malam langsung dia buka, kemudian diselimutkannya menutupi wajah dan kepalanya. Kedua kelopak matanya dia picingkan erat-erat tak ingin lagi rasanya Rosma melihat ke sana.
*****
Teror ternyata masih saja berlanjut menggerogoti pikiran Rosma. Belum sempat lagi jantungnya yang mencak-mencak itu adem, kini Rosma dikejutkan lagi oleh suara ‘kraaak...., kraak...., kraak......’ Sepertinya terjadi retakan pada badan pesawat. Suara itu jelas sekali terdengar, berasal dari arah belakang ruangan kabin pesawat. Tentu saja Rosma kaget dibuatnya.
Penasaran akan suara-suara....., Rosma kemudian melongokkan kepalanya ke belakang. Seketika dia melongok...., penglihatan Rosma langsung tersendat. Kedua bola mata Rosma terbelalak membulat penuh menyaksikan angka ‘13’ yang tiba-tiba saja muncul di antara dinding bagasi kabin pesawat di bagian atas.
“Haaaaah..! ada kursi nomor 13......?” Pikiran Rosma begitu galau melihatnya.
Tak percaya dengan apa yang dia lihat, Rosma semakin mencongakkan wajahnya lebih dekat lagi ke arah tulisan itu, namun angka 13 itu memang benar ada.
“Kapan munculnya angka itu ya.....?” Rosma semakin galau melihatnya.
Kursi sial nomor “13” selama ini memang tak pernah ada di dalam pesawat manapun, Rosma tahu benar itu. Di saat memasuki pesawat tadi Rosma juga sempat melihat angka sial itu dilewati, langsung diikuti oleh kursi nomor 14 tepat di belakangnya.
Tak puas melihat, Rosma kemudian berdiri dari kursinya. Memang benar......, tak bisa dia pungkiri lagi, deretan kursi penumpang mulai dari nomor 13A hingga 13F benar-benar ada muncul tepat di belakangnya. Di sepanjang deretan kursi itu dilihatnya ada anak kecil berusia antara 7 sampai 9 tahun yang duduk di sana, semuanya berkelamin perempuan dan mereka sedang tertidur lelap.
“Hah.! ada anak balita.? kapan juga munculnya....! kok tiba-tiba juga sudah ada di sana....?” Lagi-lagi Rosma terperanjat melihat, buru-buru dia kembali duduk menghempaskan pantatnya di kursi pesawat.
Pikiran Rosma semakin amburadul melihat begitu banyaknya keanehan yang terjadi dalam ruangan pesawat itu, hingga matanya yang lelah kini tak bisa lagi dia picingkan. Rosma pun kembali memberanikan diri mengintip ke luar pesawat untuk sekedat menenangkan diri.
“Gelap sekali.” Ucap Rosma membesarkan kedua bola matanya. Bayangan pesawat asing serba putih yang tadi muncul di balik jendela kini tak lagi terlihat olehnya, yang tampak hanyalah lampu navigasi berwarna putih tepat di bawah wing tip di ujung sayap pesawat. Lampu itu masih tampak berkedip teratur setiap satu detik.
Tak beberapa jauh dari ujung sayap, Rosma mengamati sesuatu, bayangan awan-awan putih bergumpal-gumoal cukup tebal seperti busa sabun yang lembut terlihat bergerak seiring lajunya pesawat. Entah mengapa, Rosma begitu tertarik melihatnya. Dia semakin mendekatkan wajahnya ke kaca jendela hingga hidungnya kembali menempel di sana. Lagi-lagi kening Rosma berkerut menyaksikan ada suatu ilustrasi lain yang muncul dalam gelap.
Gumpalan awan putih tadi bertambah banyak, lalu berubah bentuk menyerupai sesuatu. Seperti ilustrasi gambar seekor ular naga yang keseluruhan tubuhnya berwarna putih. Atau juga kadang-kadang mirip kuda kepang, dan kemudian berubah bentuk menjadi kera putih raksasa bertaring panjang.