Partikel-partikel hitam yang mengepul di angkasa yang membentuk badai misterius hingga menyebabkan lenyapnya pesawat Aibus A320 dengan nomor penerbangan XZ 1949 itu sebenarnya terbentuk sejak enam bulan yang lalu. Partikel-partikel hitam itu muncrat dari moncong gunung vulkanik yang meletus di tengah-tengah lautan. Namun..., tak diduga, ternyata ada setumpuk dendam dibalik itu semua. Debu-debu vulkanik itu telah disusupi oleh jelmaan arwah-arwah manusia penuh gelimpangan dosa semasa hidup mereka. Dan..., itulah sebenarnya pangkal bencana dari semuanya. Mereka menjadikan lautan begitu buas, hingga mampu memorak-porandakan segala yang ada.
Alam mengganas, angkasa menggila, lautan bergejolak, itulah yang terjadi kemudian. Pemampatan gas, debu dan asap hitam bergumpal-gumpal menjadi satu, membentuk badai ganas menghasilkan energi raksasa hingga menimbulkan anti materi dan medan listrik yang sangat kuat. Energi raksasa itu menghasilkan suatu terowongan yang mampu mendistorsi ruang dan waktu. Menyedot dan membelit benda apa saja yang ditelannya, termasuk pesawat yang kebetulan melintas di sana, hingga akhirnya menghempaskan mereka ke suatu masa dia masa lalu.
Mungkinkah badai itu merupakan salah satu penjelmaan dari wujud “black-hole.” atau si “lubang hitam...?” atau juga “lubang-cacing...?” atau lubang apa lagi sebutan nama lainnya, seperti yang sering dijadikan bahan gunjingan oleh orang-orang pintar berdasi yang doyan nongkrong di warung kopi...? atau..., terkadang menimbulkan debat kusir di antara kaum elit yang berkantor di gedung-gedung pencakar langit yang tingga...? boleh jadi ya.
Namun apapun itu namanya, badai itu itu kini bercokol di sekitar perairan segi tiga Masalembo, sebuah garis segi tiga khayal yang menghubungkan kota Majene di Sulawesi barat, pulau Bawean dan kepulauan Tengah yang termasuk dalam wilayah perairan Masalembo. Konon kabarnya perairan itu memang angker. Dihuni oleh para makhluk halus hingga mampu mendorong dan menghempaskan pesawat Airbus itu.
*****
Bebas dari maut..., penumpang kalang kabut. Begitu diibaratkan nasib yang menimpa pesawat Airbus A320 itu. Terbebas dari badai misterius..., terjerumus dalam fenomena ‘lorong-waktu’ yang juga misterius. Pesawat itu lenyap dari masa sekarang, dan juga menghilang dari pantauan radar,
Tiga belas menit badai terlewati, satu persatu penumpang terbebas dari alam bawah sadar. Kaget..., heran dan ketakutan, itu kini yang mereka rasakan. Namun..., tak seluruhnya yang berhasil kembali sadar. Segelintir penumpang masih ada yang tak mampu untuk terjaga sampai saat itu. Mimpi seram terus menerus menggerogoti pikiran mereka. Tubuh-tubuh tak berdaya serasa digerogoti makhluk-makhluk berkuku panjang.
Apakah sebenarnya yang telah terjadi pada penumpang...? Apa juga yang menyebabkan mereka menembus alam bawah sadar. Lalu..., merasa kerasukan setan. Lalu apa lagi...? Mengapa juga hanya sebahagian penumpang yang mampu terjaga, sementara segelintir lainnya masih tak sadarkan diri.
Lalu..., siapakah sebenarnya biang keladi di balik itu semua..? Jin laut kah, atau genderuwo iseng...? Bukan juga. Masih arwah-arwah manusia penuh gelimpangan dosa itulah jawabannya. Merekalah yang merupakan pangkal bala dari semua bencana, mereka para arwah-arwah manusia yang doyan berbuat zalim, pendusta-pendusta yang semakin merajalela, arwah-arwah itu menyusup senyap dalam badai, kemudian mencemari gas karbon monoksida yang terkandung dalam pusaran asap hitam itu.
Menakutkan...!
Dari sanalah kegaduhan bermula, gas karbon monoksida berbau tajam menembus sistem presurisasi dan ventilasi pesawat. Ruang kabin penumpang tercemar gas-gas beracun yang telah disusupi oleh arwah-arwah kotor manusia penuh dosa. Bau busuk arwah-arwah gentayangan itu menyengat hidung, lalu menyerobot masuk menembus sistem pernapasan, menggerogoti tubuh semua orang, mencemari sistem kerja otak dan jantung penumpang.
Segelintir penumpang terus-menerus disusupi gas karbon monoksida berbau tajam. Gas beracun itu merayap senyap dalam paru-paru, mengikat ketat sel-sel darah merah. Kadar oksigen yang didistribusikan dalam darah mereka jadi berkurang. Maut pun akhirnya mengintai, hingga mereka tak mampu lagi untuk terjaga.
Tubuh-tubuh itu kini berubah jadi jasad. Dan, itulah mereka, para manusia durjana penuh gelimpangan dosa. Jiwa dan raga mereka bersekutu dengan arwah-arwah terkutuk itu. Satu persatu jasad-jasad penumpang yang penuh gelimpangan dosa itu lenyap dari dalam pesawat. Mereka kini berada dalam suatu penantian panjang menunggu datangnya hari kiamat. Selama rentang waktu itu, mereka akan terus-menerus berbuat keonaran di alamnya.
*****
Sampai saat itu, kokpit pesawat Airbus A320 itu masih lumpuh total. Komunikasi radio pesawat ‘stuck’ tak bisa digunakan. Sistem navigasi pesawat itu juga ngadat setelah pesawat melewati badai. Panggilan darurat “mayday.. mayday...” tak membuahkan hasil, tak satu pun respons yang terdengar, seolah-olah kehidupan di angkasa tak lagi ada.
Tak hanya sistem komunikasi pesawat yang ngadat, layar radar ‘t.c.a.s.’ atau ‘trafic alert and collision avoidance system’ juga ngadat. Instrumen pesawat yang berfungsi untuk mendeteksi keberadaan lalu lintas pesawat lain di sekitar pesawat Airbus A320 itu sama sekali ‘blank’ atau tak terlihat apa-apa. Seolah-olah tak ada lagi penerbangan yang berkeliaran di sekitar perairan itu. Suatu hal yang tak mungkin. Kenapa hal itu bisa terjadi, tak ada yang tahu jawabannya sampai saat itu.
Lalu...., di manakah sebenarnya pesawat berada...? Pertanyaan itu masih menjadi misteri besar bagi Adam, Perwira muda yang mengambil alih kemudi pesawat itu. Untuk yang ke sekian kalinya panggilan “mayday.. mayday... mayday...” kembali dia coba.
.............................................................
“............mayday mayday mayday..........”
“............this is flight one nine four nine... mayday ... mayday ... mayday..........!”
“...........open transmission to anyone... we are looking for an assistance ...mayday... mayday.. mayday.........”
...........................................................
Masih tak ada satu pun yang mendengar panggilan itu. Adam menggeleng-gelengkan kepalanya, juga mengusap-usap jidat dan rambutnya. “Di manakah aku kini berada...?” Pemuda itu bertanya-tanya.
*****
Sembilan belas menit badai ganas terlewati. Ruang kabin pesawat Airbus A320 itu mendadak gempar. Tubuh seorang penumpang perempuan yang duduk di barisan tengah, kursi nomor 24B tiba-tiba saja tak terlihat lagi. Setyo, penumpang yang duduk di sampingnya, kursi nomor 24C langsung terperanjat. Dia menoleh ke kiri, tak ada lagi terlihat penumpang duduk di kursi itu.
“Haah... kemana perginya orang yang tadi duduk disebelah aku...!” Ucap Setyo dengan mata Setyo terbelalak. Mata yang terbelalak itu lalu dikucek-kuceknya, namun tubuh perempuan duduk di sampingnya itu memang lenyap. Yang tertinggal hanya pakaiannya saja, termasuk pakaian dalam perempuan itu.