Kian lama suasana dalam ruangan pesawat kian hiruk-pikuk dilihat oleh Siska. Namun.., tak seorang pun yang tahu mengapa tubuh-tubuh itu bisa menghilang. Empat orang penumpang laki-laki yang menggotong perempuan tadi pucat tak lagi bernyali. Pakaian perempuan yang tertinggal mereka campakkan begitu saja di lantai pesawat. Lalu mereka kembali ke kursinya tak muncul-muncul lagi.
Mona, teman satu kampus dengan Siska melihat kegaduhan itu. Dia tadi juga mendengar Siska berteriak.
“Sis..., Siska..! ada apa Sis.!” Mona berteriak memanggil Siska. Namun Siska tak mendengarnya.
“Siska..!” Mona berteriak lagi. Tapi masih tak terdengar. Terlalu jauh jarak di antara mereka. Mona duduk sejauh tujuh deret baris kursi di depan Siska. Lagi pula banyak penumpang lain yang berkerumun di sana.
Sekali lagi Mona berteriak. Dia juga melambai-lambaikan tangannya. “Siska.. Sis.. Siska..!” Terikaan Mona cukup keras, menambah suasana bising dalam ruangan kabin pesawat itu. Siska mendengar panggilan itu, kemudian dia menoleh ke arah Mona.
“Ada kejadian apa Sis...!?” Mona masih berteriak.
“Banyak jasad yang hilang Mona...!” Siska menjawabnya juga dengan berteriak.
“Siapa yang hilang Sis..? mayat pilot ya...?!” Mona membulatkan tangannya membentuk corong di mulut.
“Iya Mon, sudah ada empat orang yang hilang, termasuk mayat pilot dan ko-pilot...!” Sorak Siska, dia ikut-ikutan membuat corong di mulut dengan membulatkan kedua tangannya.
“Mereka semua berubah jadi hantu Mon.!” Rissa yang duduk ketakutan tiba-tiba celetuk menakut-nakuti Mona.
“Apa Siska..? suara kamu nggak jelas..!” Mona minta diulangi.
“Bukan aku Mon, itu suara Rissa...!” Siska langsung menyahut, dia menunjuk-nunjuk ke arah Rissa yang bersembunyi di balik sandaran kursi.
Rissa kemudian kembali berdiri. “Mereka berubah jadi hantu gentayangan Mona...!” Teriak Rissa lagi masih menakut-nakuti.
“Apa Rissa.., hantu gentayangan..?” Mona bergidik melihat Rissa serius.
“Iya Mon, jadi hantu.” Balas Rissa.
“Huss kamu ini.., jangan macam-macam gitu dong Ris..!” Tegur Siska, dia mengibas-ngibaskan tangannya ke bawah menyuruh Rissa kembali duduk.
“Nanti kalau mereka memang jadi hantu beneran..., lalu gentayangan dalam pesawat ini, gimana ayo.! apa kamu nggak takut?” Celoteh Siska lagi membesarkan matanya.
“Lah...., mereka memang sudah jadi hantu gentayangan kan Sis.”
“Sudah lah Ris, kamu itu jangan takabur..!” Sambar Siska sewot tak ingin ditakut-takuti Rissa. Siska kemudian langsung duduk menyelimuti jaket di kepalanya. Tutup mata tutup telinga, tak ingin lagi Siska melihat, tak ingin juga dia biara.
******
“Mayat penumpang berubah jadi hantu gentayangan...?” Mona mengulangi celotehan Rissa tadi.
“Gila..., bisa-bisa aku benar-benar jadi gila...!” Gerutu Mona meremas-remas rambutnya yang kusut.
Kebingungan semakin mencabik-cabik pikiran Mona. “Aneh..! gendeng...! gila...! edan...!” Ucap Mona mengumpat-umpat. Lalu dia kembali duduk menghempaskan pantat di kursi pesawat.
Kening Mona berkerut memikirkan sesuatu. Misteri membekunya waktu “...pukul berapakah sekarang...” masih saja bersarang di benak Mona, dan kini misteri itu tertimpuk lagi oleh misteri lain “...mayat penumpang berubah jadi hantu gentayangan....”
Menghilangnya mayat penumpang secara tiba-tiba mengingatkan Mona pada seorang lelaki yang tadi duduk di sampingnya. Wajah Mona kemudian mengarah pada kursi di sampingnya itu. Kursi yang telah kosong ditinggal penumpangnya itu menggidikkan bulu roma Mona. Mona hanya bisa diam dengan tatapan kosong melihat ke arah kursi yang kosong itu.
“Mungkinkah penumpang yang duduk di sana itu juga sudah berubah jadi hantu gentayangan seperti halnya penumpang-penumpang yang hilang itu...?” Pikir Mona.
Mona semakin galau, jari telunjuknya kemudian dia jentik-jentikkan di jidat berkali-kali sekedar menjauhkan rasa gundah di hatinya. Seperti orang kurang kerjaan, puas Mona menjentik jentikkan jidatnya sendiri, kini jari telunjuk itu bahkan dia jilat-jilat, lalu digigit-gigitnya. Puas menjilat dan menggigit-gigit jari, Mona pun kemudian berpangku tangan menelan kebingungan.
Dalam kebingungannya, wajah kusam seorang pramugari kemudian mengusik pandangan Mona. Tanpa menoleh kiri dan kanan, pramugari itu terlihat buru-buru berjalan dari ruang kabin depan menuju bahagian belakang pesawat. Mona berdiri ketika pramugari itu lewat, dia langsung menyergap pramugari itu dengan sebuah pertanyaan.
“Mbak..! itu penumpang pada ramai-ramai di sana, apa sebenarnya yang terjadi mbak..?” Tunjuk Mona pada kerumunan penumpang.
Langkah pramugari itu tersendat oleh pertanyaan Mona, walaupun sebenarnya dia malas untuk berhenti. Dari raut wajahnya yang ayu terlihat jelas ada kegalauan bersarang di sana. Dan juga.., ada suatu bentuk ketakutan yang dia sembunyikan.
“Oh... itu, penumpang yang pingsan di sana tiba-tiba saja lenyap.” Pramugari itu menjawab singkat.