Devi geleng-geleng semakin tak paham ke mana arah pembicaraan Adam sebenarnya. Dilihatnya juga Adam begitu serius berkata. Sepertinya ada suatu misteri atau teka-teki besar yang bersarang dalam pikiran Adam. Namun dia tak paham apa itu.
“Sebenarnya apanya yang berbeda dengan kejadian sekarang mas...?” Bola mata Devi menatap tajam-tajam ke arah Ada,
“Coba pikirkan.....!” Adam menjentikkan jari telunjuknya pada layar radar. Lalu mengatur ulang beberapa tampilan yang ada.
“Jika memang benar pesawat masih berada di sekitar perairan laut Jawa atau selat Makassar, atau katakanlah meleset hingga ke laut Banda, atau mungkin juga sejauh-jauhnya tersesat sampai menyeberangi laut Sulawesi, tapi adalah sesuatu hal yang mustahil jika selama 40 menit terakhir kita tidak pernah berpapasan dengan pesawat lain.” Sejenak Adam diam. Dia melihat ke arah Devi. Memberikan kesempatan kepada pramugari itu untuk bisa memahami apa yang dia katakan.
“Padahal perairan-perairan tersebut merupakan jalur lalu lintas udara yang padat, apalagi di saat siang bolong seperti sekarang.” Tangan Adam mengarah keluar pesawat. Wajah Devi juga mengarah ke luar melalu jendela kokpit. Kemudian dia menganggukkan kepala mulai memahami ke mana arah pembicaraan Adam.
“Saya yakin pesawat berada di sisi perairan lain.” Adam membentangkan kedua tangannya.
“Di perairan mana mas...?” Devi langsung menyambut dengan sebuah pertanyaan. Adam seketika juga menjawabnya dengan gelengan kepala. “Entahlah..., semuanya masih teka-teki yang harus kita pecahkan.”
“Sebuah misteri...?” Alis mata Devi terangkat.
“Ya.” Angguk Adam.
“Namun yang jelas semua kejadian yang ada saling berhubungan satu dengan yang lainnya, pesawat bagai terjebak dalam sebuah kurungan setan yang tak ada pintunya.” Adam menerangkan dengan membuat sebuah ilustrasi dengan jarinya berbentuk rantai lingkaran. Rantai itu terputus di beberapa titik. Dan titik-titik itu akan saling berhubungan satu sama lain.
Kalimat Adam masih berlanjut. “Semuanya berawal dari badai tadi.., malam berubah siang.., diikuti kemunculan makhluk-makhluk gentayangan.., jasad penumpang mendadak lenyap.., dan kemudian radar t.c.a.s. mendadak aktif.”
“Lantas..., apa yang bisa dilakukan sekarang mas....?” Keingintahuan Devi semakin mengemuka.
“Kita menunggu apa yang akan terjadi berikutnya..., hingga akhirnya nanti membentuk suatu lingkaran penuh untuk bisa menjawab teka-teki itu.”
Devi membisu. Membayangkan lingkaran yang terputus di beberapa titik itu merupakan setumpuk teka-teki atau sederetan peristiwa yang masih akan terjadi.
Tak berani lagi Devi bertanya setelah itu. Dia lebih baik memilih tetap diam. Adam juga diam. Pemuda itu kembali memikirkan badai misterius yang mereka lalui. Keyakinannya semakin menguat. Badai berbentuk pusaran asap hitam itu adalah memang benar electric fog yang menghasilkan arus listrik yang sangat kuat hingga mampu mendistorsi terowongan ruang waktu.
******
Di manakah sebenarnya pesawat itu kini berada...? Adam masih tak ingin berspekulasi terlalu jauh tentang hal itu. Yang harus dia lakukan sekarang adalah mencoba untuk menurunkan ketinggian pesawat serendah mungkin berada di atas permukaan laut agar bisa melakukan kontak radio dengan seseorang. Atau dengan pesawat yang sedang melintas itu sendiri.
“Devi, pesawat akan descend ke level twenty thousand feet.” Adam langsung memberi tahu Devi.
“Descend to 20.000 feet mas...?” Devi mengulanginya. Wajahnya kemudian mengarah pada layar radar sesaat.
“Ya..., descend to 20.00 feet.” Adam menganggukkan kepala.
Devi tahu apa maksudnya, Adam akan menurunkan ketinggian pesawat pada level 20.000 kaki, atau sekitar 6.100 meter di atas permukaan laut. Tanpa diperintah lagi, Devi langsung beranjak dari ruang kokpit ingin kembali ke tempat duduknya di kursi pramugari kabin bahagian depan pesawat.
“Devi, duduk di kursi spare seat saja.” Pinta Adam menunjuk kursi cadangan yang terdapat di belakang kursi pilot.
“Baik mas.” Langkah Devi terhenti. Pintu kokpit buru-buru kembali ditutupnya. Kemudian dia membuka lipatan kursi cadangan dan langsung duduk di sana.
“Ingrid, also fasten your seat belt please.!” ......Ingrid, kencangkan sabuk pengaman...... Adam memegang sabuk pengaman Ingrid yang masih longgar.
Ingrid cepat-cepat mengangkat ke atas ‘buckle’ besi pada sabuk pengaman. Lalu menarik sabuk itu sedikit hingga benar-benar kencang meliliti tubuhnya.
“Is there any clue..?” ......apakah ada petunjuk.....? Tanya Ingrid. Berharap mendengar berita baik pesawat akan mendarat.
“No Ingrid, we will descend to 20.000 feet.” .....belum ada, tapi kita akan turun ke level dua puluh ribu kaki......