Mendung kesedihan begitu gelapnya menimpa Ingrid, hingga meluluh lantahkan semua impian yang cukup lama terpendam. Dengan kedua bola matanya yang berkaca-kaca, gadis itu hanya mampu menatap pilu dinding kaca yang membatasi ruangan perawatan, begitu berharapnya dia sesosok pemuda menyerupai Adam itu muncul di sana kembali menampakkan senyumannya. Namun sayang...., sebegitu lamanya dia menatap ke sana tapi pemuda yang dia impi-impikan itu tak kunjung terlihat jua dalam pandangannya. Pupuslah sudah kini setetes harapan yang masih tersisa, hingga membuat dirinya tak mampu lagi menahan tetesan air mata.
Mata yang memerah kini tak bisa lagi dia pejamkan, penglihatan gadis itu kemudian berserakan tak menentu mencoba mengurai kegelisahan yang melanda perasaan. Kedua bola matanya kemudian berputar ke sudut-sudut ruangan perawatan. Dipandanginya dinding-dinding kaca yang membentang yang membatasi ruangan, juga ditatapinya langit-langit kamar dengan sederetan lampu yang bercahaya terang, namun kegelisahan yang menyelubungi relung hatinya bahkan semakin tak tertahankan.
Kedua bola mata yang memerah itu kini terlihat semakin resah, pandangan gadis itu juga semakin tak terarah. Entah mengapa, wajah yang resah itu kini menatap begitu lama pada sebuah meja kecil berwarna kuning cerah. Meja itu terletak di samping sebuah alat monitor denyut jantung yang terpajang di dinding ruangan tak jauh dari ranjang. Sesuatu yang tak biasa terlihat di sana, sebuah pakaian seragam dilihat oleh Ingrid bertengger di atas meja, sebelumnya pakaian seragam itu tak pernah ada. Hati yang resah tiba-tiba saja berdesir memandangnya, serasa bagai desiran hembus angin di kala pagi tiba.
Keresahan kini berganti penasaran. Bagaimana tidak..., pakaian seragam itu terlipat rapi dan berbau wangi, sepertinya baru saja habis di laundri. Ingrid ingat sekali..., pakaian seragam itu mirip sekali dengan pakaian seragam militer yang dikenakan oleh Adam pemuda yang begitu dia kagumi. Hati berdebar, jantung merah pun bergetar.
“Milik siapakah itu gerangan...?” Gadis itu bertanya-tanya.
Ingrid mencoba mengambilnya, namun dia tak bisa. Dengan bersusah-payah gadis itu terpaksa harus duduk dari berbaringnya. Tangan kanannya dia julurkan ke arah meja, pakaian seragam yang terlipat rapi itu berhasil diraihnya, lalu dia raba-raba sembari memperhatikannya. Kedua bola mata gadis itu seketika tersentak melihat ada sesuatu benda lain di sana. Sebuah kalung warna perak bertuliskan namanya ternyata terselip di antara lipatan baju seragam yang ada.
“My necklace...?” .... inikan kalung aku.... Perasaan gadis itu semakin bergejolak melihatnya.
Kemunculan kembali kalung miliknya itu sontak menyengat pikiran Ingrid, ingatannya seketika itu juga langsung menerawang langit. Teringat kembali olehnya akan kejadian yang mengerikan sesaat sebelum gulungan ombak besar menerjang Adam dan dirinya di tengah-tengah lautan buas. Kalung itulah yang dulu yang dititipkan oleh Ingrid pada Adam sebelum detik-detik mereka dipisahkan oleh gelombang.
.................
“Adam..., hold this one for me, and you heve to return it back to me later, you have to promise me.” ......Adam, aku titipkan kalung ku ini kepadamu, dan nanti kamu harus mengembalikannya kepadaku.., kamu harus berjanji kepadaku..... Pinta Ingrid kepada Adam disaat itu.
“Sure Ingrid..., I will give it back to you.., I promise you.” .......tentu Ingrid, aku akan kembalikan nanti kalung ini kepadamu, aku berjanji....... Kalimat itu yang terucap dari mulut Adam, bahwa jika dia masih hidup, pemuda itu berjanji pasti akan mengembalikan kalung itu pada dirinya.
.................
“So.., Adam still alive...?” ........jadi..., kalau begitu Adam sebenarnya memang masih hidup.......? Pikir gadis gadis itu seketika, kalimat itu seolah-olah merayap dari kalung bertuliskan namanya yang terselip di antara lipatan baju seragam yang ada.
Masih belum puas dia melihat, lipatan baju seragam itu kemudian dibukanya. Kedua bola mata gadis itu kembali membulat melihat sebuah nama bertuliskan “Alfitra Adam” tertera di sana. Seperti sebuah nama yang terjahit di pakaian seragam dinas lapangan angkatan udara milik Adam. Seluruh bahagian baju seragam itu kemudian diperhatikannya dengan seksama. Baju itu tak lagi utuh, banyak bagian-bagian yang sobek di sana, terutama sekali di bahagian lengan tangan kanan. Ingrid ingat sekali akan sobekan itu.
Perasaan gadis itu seketika terbang berhamburan hingga menembus tujuh lapis langit setelah memperhatikannya. Ingrid yakin seyakin-yakinnya bahwa baju seragam yang ada dalam genggamannya adalah memang benar milik Adam.