Misteri Pembunuh Kupu-Kupu

Achmad Benbela
Chapter #2

Bab 2: Tato Kupu-Kupu

Adalah Bariah, seorang pedagang pencok yang merupakan pendatang asal Madura, penemu pertama seonggok jasad termutilasi di pasar kecamatan. Mayat itu ditemukan pagi-pagi sekali, sebelum jam 06.00 WIB, tergeletak di depan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang memang menumpuk dan berbau busuk.

Bariah mulanya asal lewat saja sembari membawa tampi di atas kepala. Begitu lewat di depan TPS, ia diam sejenak. Sekilas lalu matanya menangkap benda mencurigakan di tumpukan sampah. Dia menyangka benda itu adalah manekin tak terpakai milik pedagang pakaian, meski sempat curiga karena berbungkus plastik bening nan rapi.

Demi melihat barang rongsokan, jiwa Maduranya meronta-ronta. Pikirnya lumayan, mungkin bisa dijual lagi setelah diperbaiki sedikit, atau dijadikan pajangan di rumah layaknya orang kaya.

Namun begitu mendekat, ia menjerit-jerit tidak karuan. Ia syok bukan kepalang, demi melihat noda darah di bagian leher. Ia ngeri sejadinya, terkenang peristiwa kerusuhan massal puluhan tahun silam di mana ada keluarganya yang turut jadi korban.

Singkat kata, pasar tradisional itu geger. Penemuan mayat tanpa kepala itu segera dilaporkan. Dipimpin Kapolsek, penyidik Polsek yang jumlahnya cuma tiga orang memulai olah TKP. Sesudah memasang garis polisi, jepret sana sini, mayat yang semula belum diketahui identitasnya itu segera dibawa oleh Tim Inafis ke rumah sakit guna mencari petunjuk forensik lebih lanjut. 

Setelah dicocokkan dengan laporan orang hilang serta meminta keterangan sanak famili, diketahui bahwa mayat yang ditemukan tadi pagi adalah benar jasad Ustaz Karim. Sementara Ustazah Rosmala masih belum tahu rimbanya.

Mengetahui informasi itu, Kapolres benar-benar mengamuk bak gunung meletus. Kapolsek yang terbilang bau kencur dipanggil menghadap, lalu dimaki habis-habisan. Macan pun gentar dibuatnya, apalagi hanya sekedar Kapolsek kemaren sore.  

“Aku gak peduli kau keponakan jendral anu bin anu. Gegara kau tak serius menanggapi laporan, sekarang ada mayat. Bayangkan, mayat Ustaz! Tak mengapa jika ini adalah sekedar mayat petani miskin, banci lampu merah atau bromocorah. Tapi ini, mayat Ustaz! Mayat muridnya Kyai Imran! Habis kita! Habis kita! Begini akibatnya, jika bekerja mesti menunggu viral!”

Meja digebrak, gelas dibanting, Kapolsek makin ciut. Satu jam lamanya Kapolres marah-marah, Kapolsek hanya bisa berbunyi, “Siap, salah, Ndan! “Siap, salah, Ndan!”

“Sekarang, bininya Ustaz pun tak tahu di mana! Disekap? Dikubur? Dibuang di sungai? Tak jelas!”

 Pada akhirnya Kapolres lelah juga terus-terusan sambat. Sebenarnya amarahnya belumlah reda, tapi apa daya tenaganya sudah terkuras. Maklum, uban sudah tumbuh memenuhi hampir seluruh kepala.

Maka dari itu sisa tenaga ia gunakan untuk berpikir. Ia memanggil Kabid Humas supaya segera menyusun jawaban jika ditanya wartawan yang suka berisik seperti nyamuk.

Ia juga menyusun langkah strategis seandainya Kyai Imran beserta santrinya menggeruduk Mapolres guna meminta agar pelaku segera ditangkap. Oleh karena kasus ini bukan perkara main-main, maka segeralah diambil alih reserse Polres.

Kasatreskrim segera menunjuk tim Antang Mentaya yang dipimpin Kanit Iptu Sanjaya guna melakukan penyelidikan. Iptu Sanjaya yang dikenal jenius mengungkap beragam perkara pembunuhan, diberi pesan supaya bertindak cepat.

Iptu Sanjaya lekas mengangguk. Baginya, di tengah kian canggihnya teknologi, pelaku pembunuhan sadis ini akan terungkap kurang dari tujuh hari. Sebuah kesombongan yang kemudian ia sesali. Pelaku, ternyata jauh lebih cerdik dari dugaannya.

 

***

 

Iptu Sanjaya tak mau membuang waktu berlama-lama. 24 jam pertama adalah waktu krusial. Golden Hour. Begitu mendapat perintah, ia segera membagi tim jadi dua. Aipda Rohman beserta Brigadir Thomas ia kerahkan ke rumah sakit guna menerima laporan hasil otopsi dokter forensik.

Ia dan dua orang petugas lainnya segera meluncur ke TKP guna menelisik tambahan petunjuk yang bisa saja terlewat dalam berkas laporan yang belum final. Sepanjang jalan ia memeriksa laporan dan menemukan kejanggalan. Tidak ada jasad Ustazzah Rosmala. Apakah wanita itu turut serta menculik serta membunuh sang suami, atau memang mayatnya belum ditemukan.

Mereka tiba selepas Magrib, disambut oleh tim penyidik Polsek yang telah tiba terlebih dahulu. Sesampainya di sana, Sanjaya mendapati TKP itu telah acak-acakan.

“Sebelum petugas datang, banyak warga yang berkerumun, Ndan,” ujar seorang Polwan berpakaian sipil. Ia memperkenalkan diri sebagai Bripda Andriani.

Sanjaya mengangguk. “Keterangan saksi sudah dicatat?”

Penyidik perempuan itu lekas menjawab panjang lebar. Katanya, tujuh orang saksi telah dimintai keterangan. Mulai dari pengelola pasar, tukang sampah, dan yang paling utama adalah pedagang sayur bernama Bariah.

“Masih ada sekitar lima atau enam orang lagi. Sisanya besok,” lanjut Andriani.

“Sudah ada yang bergelagat mencurigakan?”

Lihat selengkapnya