Dua belas obor api menyala bersamaan. Melahap malam yang teramat dingin dan menjadi panas manakala api melahap bambu-bambu kuning dengan minyak tanah. Menerangi malam yang semakin pekat. Obor-obor api itu membentuk lingkaran. Sementara wajah-wajah sinis dan bengis terus berceloteh dan berkeciap bagaikan burung gagak berebut bangkai. Meneriaki, memaki dan melakukan tindakan-tindakan keji.
Wajah mereka kelihatan beringas, bagaikan binatang buas. Tatapan mata mereka tajam bagaikan anjing kelaparan. Dan melihat seonggok daging yang tergeletak di rerumputan.
Seorang laki-laki berkulit gelap dan kurus tak berdaya. Rambutnya acak-acakkan dan mulai memutih. Pakaian kumal dan kusam. Beberapa sobekan di depan dan di beberapa bagian lain. Entah sudah berapa lama ia berada di tempat itu. Tempat yang sangat menakutkan baginya. Dan juga semua orang, pasti. Dia bahkan tidak tahu mengapa mereka memperlakukan dirinya seperti binatang. Meletakkan tubuhnya pada sebuah kayu besar dan mengikatnya. Meski laki-laki itu memberontak, mereka tidak perduli dengan apa yang mereka lakukan.
Pandangan laki-laki itu terlihat nanar, pekat dan hitam. Mulutnya terkatup namun berteriak. Bibirnya berteriak namun tak bersuara. Matanya terlihat basa, namun tak mengeluarkan air mata. Wajahnya yang memelas tak membuat wajah-wajah sinis itu berubah iba.
Pohon-pohon tinggi bagaikan rahwana dari pewayangan. Memelototi dirinya dengan dengkih dan sombong. Seakan ingin mengulitinya hidup-hidup. Dan hewan malam berkicau semakin menyeramkan.
Sesekali laki-laki itu merintih lirih ketika lukanya dibubuhi abu rokok. Kemudian asap tembakaunya dihembuskan ke wajahnya dengan dramatis.
‘Hei, apa yang kalian lakukan pada diriku?’ sering dia bertanya pada mereka. Namun wajah sinis dan menakutkan menghardiknya. Memakinya serta memukulnya beberapa kali. Laki-laki itu ketakutan, sangat ketakutan.
Cueehh..!
Seseorang meludahi wajahnya. Kemudian menarik rambutnya dengan kasar, serta memotongnya dengan asal. Membotaki rambutnya dengan gunting.