Sepuluh tahun tak terasa berlalu begitu saja. Warga banyak yang menyekolahkan anaknya ke kota. Mereka tidak mau terjadi apa-apa dengan anak mereka. Konon rumah yang berdiri di dekat sawah menjadi angker dan banyak anak-anak menjadi tumbal di sana.
Di kamar yang tidak begitu luas terlihat seorang cowok berusia dua puluh empat tahun. Surya namanya. Cowok tampan berkulit kuning langsat. Hidungnya tidak begitu mancung, namun banyak mahasiswi yang kepincut padanya.
Surya terjaga dari tidurnya. Ia terbangun dan merasa tenggorokannya ada sesuatu yang bergerak-gerak. Surya ingin muntah karena perutnya terasa mual. Sudah beberapa hari ini ia demam. Surya buru-buru turun dari tempat tidurnya dan berlari menuju toilet.
"Wuekkk ..." Surya muntah sebelum masuk ke dalam dan muntahannya berceceran di lantai kamar mandi. Surya terkejut dan bergidik. Dahi nya berkerut karena yang ia muntah kan bukanlah makanan melainkan darah dan pecahan kaca. Surya ketakutan dengan penuh tanda tanya. Buru-buru ia menyiram muntahan itu dengan air. Kemudian ia memperhatikan wajahnya di cermin. Kelopak matanya menghitam dan ada lebam hitam di lehernya. Ia meraba lehernya dan mengusap lebam kehitaman.
"Leherku kenapa?" gumamnya pelan. "Apa yang sudah terjadi?" pikirnya.
Seminggu yang lalu, ia dan teman-temannya liburan ke kampung Rio, teman kuliahnya. Mereka tak sengaja melihat sebuah gubuk di tepi sawah. Gubuk itu sudah rusak dan tidak ada apa-apa di sana.
Tiba-tiba Surya terkejut karena ponselnya berdering di atas meja. Surya terkejut dan menghampiri meja. Ia meraih ponselnya dan menekan tombol OK.
"Halo Surya, kamu di mana? Kamu gak ke kampus?" tanya Sofyan dari seberang.
"Aku lagi di kostan. Aku lagi gak enak body nih." jawab Surya. Tubuhnya mendadak saja meriang.
"Ok. Aku akan permisihkan ama dosen."
Klik. Sofyan mematikan ponselnya. Surya kembali ke tempat tidur. Ia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Belum sempat ia menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur, tiba-tiba ponselnya berdering lagi. Kali ini dari mamanya.
“Ya halo, Ma.”
“Kamu baik-baik saja toh, Le?” tanya sang mama dari seberang.
“Surya baik-baik aja, Ma, tapi sedikit meriang.”
“Baik-baik aja kok meriang? Piye sih? Kalau kamu sakit lebih baik pulang dulu. Mama tidak mau terjadi apa-apa dengan kamu, Surya.”
“Iya, Ma.”
“Sekarang juga kamu pulang.”