Di rumah yang berbeda di kawasan Jakarta, Nindy teriak-teriak di kamarnya. Teriakan itu membuat papa dan mamanya terkejut. Papa dan mama langsung saja ke kamar Nindy. Nindy terlihat kacau dengan rambut acak-acakan. Ia seperti orang kehilangan akal. Mama sampai ketakutan melihatnya dan berusaha menenangkan anak gadis. Sudah seminggu sejak pulang dari liburan, Nindy bersikap aneh.
“Nindy ... tenang, sayang. Ini mama ... kamu kenapa?” tanya mama lembut dan berusaha mendekati Nindy.
“Kalian sudah merusak rumahku!” teriak Nindy keras dengan mata melotot kemerahan. Mama bingung dan heran. Rumah yang dimaksud Nindy rumah siapa.
“Pergi kalian! Pergi!” teriak Nindy lagi. Mama tampak ketakutan ketika Nindy mengamuk. Mama dan papa pun keluar dari kamar Nindy. Mama duduk di kursi sambil nelangsa.
“Bagaimana ini, Pa. Apa yang terjadi ama Nindy?” tanya mama sedih. Papa hanya diam tidak tahu. Sementara mereka sudah memeriksakan kesehatan Nindy dan gadis itu dinyatakan sehat-sehat saja.
###
“Penyakit apa ini sebenarnya, Pa? Surya dinyatakan baik-baik saja. Mama bingung.” Mama terlihat sedikit panik. Sementara papa masih memikirkan sesuatu yang membuat anaknya seperti itu.
“Kita harus ruqiah Surya, Pa sebelum terlambat.” kata mama kemudian.
“Ruqiah di mana, ma malam-malam begini?”
“Kita harus cari. Mama sudah tanya temen mama dan ada seorang ustad di Sleman. Lebih baik kita ke sana,” kata mama.
Papa mengambil jaket nya dan mengambil kunci mobil di buffet. Mobil papa pun melaju menuju Sleman. Perjalanan malam memang sangat mendebarkan. Mama hanya dia di kursi terngah bersama Surya yang tertidur. Pohon-pohon di pinggir jalan tampak berkelebatan.
Mereka akhirnya sampai di sebuah rumah sederhana. Belum begitu malam ketika mereka tiba di sana. Mereka dipersilahkan masuk dan duduk di tikar pandan. Seorang laki-laki dengan kulit kehitaman keluar dari kamar. Kemudian ia menghampiri mereka dan dudur bersila di tikar.
“Ada apa gerangan saudara dan saudari datang kemari?” tanyanya kemudian. Matanya bergantian mengamati papa dan mama.
“Anak saya, Pak Ustad. Saya bingung dengan penyakitnya. Kami sudah ke dokter tapi dokter bilang anak saya baik-baik saja. Tapi ada yang aneh menurut saya. Beberapa jam lalu ia menggigil dan mengigau.”
Sang Ustad manggut-manggut sambil menatap Surya dengan tajam. Bibirnya masih komat-kamit berzikir.
“Anak ibu sudah membuat kesalahan,” kata Ustad.
“Kesalahan apa, pak Ustad?”
“Mereka merusak rumah bambu yang dihuni mahluk gaib. Mereka tidak terima ketika anak ibu juga buang air di sana.”
Mama tampak sock dan bingung. Sementara Surya hanya menunduk.
“Lantas bagaimana, Ustad?” papa muali bersuara.
“Sebentar ... saya ingin berkomunikasi dengan penghuni di sana,” kata sang Ustad.