Langit biru dihiasi awan-awan putih dengan warna yang kontras di bawahnya. Persawahan tampak menguning. Gunung yang berada jauh di hamparan padi tampak membiru. Sangat indah dan mengagumkan. Hari ini warga sekitar panen padi. Sepertinya panen tahun ini akan melimpah dilihat dari subur tanamannya.
Rio memperhatikan rumah bambu yang ada di ujung persawahan dekan bukit Wingit. Konon bukit itu juga memiliki cerita mistis yang membuat bulu kudu meriding. Sepasang pengantin baru dibantai dan tewas bersimbah darah. Rio bergidik ketika mendengar cerita tragis dari orang tuanya. Sedangkan rumah bambu yang berdiri di tepi sawah menjadi angker ketika warga menemukan dua bocah dengan kepala terpenggal.
Konon ibu dari dua anak itu membunuh anaknya pakai golok sampai lehernya terputus. Konon juga arwah mereka gentayangan ingin menuntut keadilan. Ayah Rio juga salah satu yang ikut mengeroyok laki-laki yang dituduh maling. Sedangkan laki-laki yang menuduhnya maling kini tidak tahu rimbanya.
“Kenapa itu bapak lakukan?” tanya Rio menyesal.
“Bapak termakan omongan orang, Rio. Katanya dia maling kambing di desa kita.”
“Bapak ... Bapak ... Kasihan mereka sampai bunuh diri karena bapaknya kalian bunuh,”
Ayah Rio tampak menyesal dengan perbuatannya. “Bapak tidak tahu lagi harus bagaimana Rio. Sebaiknya kamu kembali ke Jakarta. Bapak tidak mau terjadi apa-apa dengan kamu.”
“Itu alasan bapak mengirim Rio ke Jakarta? Bapak harusnya bertanggung jawab atas kematian mereka, Pak. Sekarang nasi sudah menjadi bubur dan kita harus menanggung karma warga desa.”
Ayah Rio pun diam dan merenungi semuanya. Penyesalan memang datangnya terlambat. Hanya menunggu apa yang terjadi esok. Rio pun sangat menyesal atas perbuatan ayahnya. Ia harus siap menghadapi apa yang akan terjadi besok, jika suatu saat mereka menemukannya.
###
Rio masih tidak percaya kalau ayahnya terlibat pembunuhan laki-laki malang yang dituduh maling. Waktu ia berusia dua belas tahun, ia tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Konon kematian laki-laki itu sangat tragis. Seorang laki-laki menuduhnya maling dan warga ramai-ramai menangkapnya. Mereka main hakin sendiri sebelum menerima penjelasan dari laki-laki itu. Mereka memukul, menendang dan melumat putung rokok ke wajahnya. Wajah-wajah mereka seperti setan yang haus akan darah. Begitulah laki-laki malang itu melihatnya.
Malam itu sangat panas ketika warga meneriakinya maling. Mereka menyeret laki-laki malang itu seperti binantang. Mereka melucuti bajunya hingga hanya memakai celana dalam. Jeritan minta tolong dan ampun tidak mereka pedulikan. Mereka malah bersorak ingin membunuhnya. Walau ada seorang warga yang membelanya, namun pembelaan itu tidak di dengar mereka.