MISTERI RUMAH BAMBU DI BUKIT WINGIT

Embart nugroho
Chapter #7

MBOK DARMI

Aroma pindang daging khas Jawa, daging terik, serta ayam panggang menyeruak sampai ke desa Wingit dan desa Prewangan. Aroma itu membuat warga bertanya-tanya siapa yang memasak makanan di malam hari seperti ini. Makanan khas di tempat orang menggelar resepsi atau hajatan.

Semua mencium aroma masakan daging yang lezat. Sementara mbok Darmi sibuk mengaduk pindang di kuali. Bukan pindang biasa. Pindang itu dari potongan-potongan daging yang menggiurkan.

Malam itu mbok Darmi menerima pesanan kalau ada yang akan mengadakan hajatan di perbatasan desa. Entah bagaimana, Mbok Darmi tak ingat jika perbatasan desa itu sebenarnya bukit Wingit. Bukit yang ditakuti warga sejak dua puluh tahun lalu.

Sore tadi, Mbok Darmi sempat kehabisan kayu bakar, sementara tetamu sudah mulai ada yang datang. Mbok Darmi meninggalkan masakannya dan mencari kayu bakar di hutan kecil dengan cepat sebelum hari gelap. Ia mengambil beberapa kayu yang berserakan di sana.

Tiba-tiba saja seseorang memanggilnya. "Mbok Darmi lagi ngapain?" tanya Samin yang tadi melihat mbok Darmi ke arah bukit.

"Lagi cari kayu bakar," jawab mbok Darmi.

"Buat apa?" Samin penasaran.

"Ya buat masak toh, Min. Kamu ini gimana?"

"Kayu bakar sebanyak itu buat masak apa, Mbok."

"Ada yang hajatan. Mbok diminta buat masak terik sama pindang."

Samin mulai curiga dengan kata-kata mbok Darmi.

"Hajatan siapa, Mbok? Kok saya tidak tahu?"

"Itu di rumah pak Marzuki." Kata mbok Darmi yang usianya sudah cukup tua.

Samin kontan saja terkejut mendengar nama itu. Nama itu sangat familiar di benaknya. Samin pun menelan ludahnya yang pahit. Ia buru-buru mengajak mbok Darmi pulang ke rumah, tapi mbok Darmi menolak karena pekerjaannya belum selesai.

"Kita pulang saja, Mbok. Ini gak bener." Kata Samin memastikan mbok Darmi kalau ia hanya dipermainkan mahluk halus bukit Wingit.

"Mbok gak mau pulang. Masakan mbok belum mateng." kata mbok Darmi menolak.

"Kalau mbok gak percaya, lihat mereka dengan posisi terbaik, Mbok." Samin akhirnya meninggalkan mbok Darmi yang terpaku memperhatikan kepergian Samin.

Mbok Darmi pun kembali ke tempatnya memasak. Api sudah mulai padam dan ia memasukan kayu-kayu bakar ke dalam tungku. Saat mengaduk ia pun teringat akan kata-kata Samin. Ia menjadi penasaran. Dengan rasa takut dan penasaran ia mencoba menundukan kepalanya dan melihat dalam keadaan terbalik. Semuanya pun berubah. Sebuah pesta yang tampak meriah tadi berubah menjadi suasana yang menakutkan. Mbok Darmi melihat mahluk-mahluk menakutkan di sana. Sosok tubuh berlumuran darah, sosok kuntilanak, pocong, dan mahluk mengerikan lainnya. Mbok Darmi ketakutan dan kembali berdiri. Sementara daging rendang di kuali berubah menjadi daging manusia yang masih kelihatan kepalanya.

Mbok Darmi ingin menjerit, tapi mulutnya terasa kaku. Ia melepaskan spatula pengadung daging dengan bergidik. Akhirnya mbok Darmi menjerit histeris dan berlari kekautan.

"Akkkhhh..."

Semak belukar sudah tidak terasa lagi di telapak kakinya. Mbok Darmi terus menerobos malam yang gelap. Mbok Darmi menutup pintu rapat-rapat dan menggigil ketakutan. Malam yang gelap kembali menawarkan kengerian bukit Wingit.

 

###

Lihat selengkapnya