Tepat jam 4 sore, Vino berdiri di dalam rumahnya, memandang hujan yang begitu deras nan Indah, matanya tak sedikitpun untuk mengalihkan pandangan yang sejak tadi menatap.
Kedua tangganya menyentuh kaca jendela, yang seakan-akan menyentuh air yang mengalir menetes dari atas genteng yang berbunyi membuat irama suara nada yang Indah yang bernilai tinggi dan siapapun yang berada di saat itupun, akan melakukan apa yang di lakukan Vino.
Perlahan-lahan aku terhanyut dalam situasi yang membuatku masuk ke dalam dunia khayal, teringat 10 tahun lalu, saat ia ada di sampingku, menemani tawa bahkan dalam keadaan apapun ia membuat dunia ini pada titik kebahagian dan di kala itu kita mempunyai cita-cita dan mimpi yang akan di wujudkan bersama dengan keluarga kecil yang mempunyai kebahagian dari kehadiran sang bidadari kecil yang menghibur dengan tanggisan.
Ia adalah gadis yang berambut panjang pirang, badanya tinggi Profesional layaknya model dengan bahasa Indonesia yang agak kaku belepotan dari keturunan belanda yang bernama Suci, ya iya adalah kekasihku.
Masih teringat sekali di benak ku, saat aku ingin melamar dan mempertanggung jawabkan atas dosa yang pernah kita lakukan bersama atas dosa yang begitu nikmat namun kebodohanku yang mau saja di rayu setan dalam melakukan perbuatan terkutuk yang di larang semua agama.
Dan Ayahnya bernama tuan Van Shark tidak merestui hubungan aku denganya, hingga saat ini aku tak tau kabarnya dan mungkin ia sudah menikahi lelaki yang tepat setara dengan kehidupanya.
Tak tau kenapa di kamar ini suhunya berubah cepat menjadi amat dingin, bulu kuduk ku merinding dan seperti dari tubuh ini terasa ada yang memeluk dengan begitu mesra.
Ingin ku menoleh ke arah belakang yang terjadi sepertinya ada seorang yang dari belakang berdiri dengan tegak dan dengan sedikit mata ini menoleh walau tak sesempurna ku menatap apa yang terjadi dengan ke dua bola mata ku.
"Vino sayangku, kekasihku", ucap suara dengan lembut memanggil.
Ku mendengar dengan jelas ada suara yang memanggilku, dengan pelan dan suara itu tidak asing mengenalnya, makin penasaran memberanikan untuk menoleh namun kedua kaki ini seperti sulit untuk di gerakan.
KREK!
Suara pintu terbuka perlahan-lahan, tepat sejajar dengan berdirinya Vino di dalam kamar yang menatap kaca jendela.
"Papah", suara Tiara memanggil dengan lantang.
Mendengar teriakan memanggil, seperti anaknya Tiara. Vino dengan cepat lalu menoleh, dengan berumuran air keringat membasahi wajahnya ia tersenyum menyambuat kedatangan anaknya yang menghampiri memeluknya dan mengangkat sambil berdiri.
"Papah kenapa keringetan, papah habis olah raga ya", tanya Tiara kepada Vino.
"Iya, papah habis olah raga", jawab Vino sambil mencubit pipi Tiara.
"Mamah udah nunggu di ruang makan", ucap Tiara.
"Iya, kamu duluan nemenin Mama, nanti Papah nyusul", jawab Vino lalu menurunkan Tiara.
"Janji ya, jangan oong", ucap Tiara sambil memutarkan jarinya.
(Tiara pun meninggalkan papahnya yang berada di kamar sendirian)
Oh ternyata Tiara anaku, aku terlalu berhalusinasi yang membuat imajinasi yang berfikir enggak-enggak", ucap Junior yang melihat anaknya pergi.