Tak pernah terpikir olehku untuk melakukan suatu hubungan terlarang dalam hidup ini. Hingga akhirnya tiba giliranku merasakan dilema yang sama. Namaku Bella Albert Kusuma Wongso, aku seorang mahasiswi jurusan hukum di universitas swasta di kota sebelah. Aku mengambil jurusan hukum bukan tanpa alasan. Aku ingin menjadi seorang pengacara ketika aku lulus nanti. Beratnya hidup dan kejahatan yang dapat terjadi dimana saja menjadi pemicu untukku.
Aku ingin menjadi pengacara bukan untuk menjadi pahlawan kebenaran. Bukan juga karena uang agar mudah dalam menjalani hidup. Aku hanya ingin.. hidup dengan tenang, itu saja. Bertahun-tahun aku mengalami gejala insomnia akibat stress yang melebihi batas. Kehidupanku tak terlalu manis dan tak terlalu buruk. Hanya saja banyak hal yang membuatku tidak nyaman dalam hidupku. Kedua orang tuaku sudah bercerai sejak aku sekolah dasar. Ayahku seorang guru dan ibuku seorang model. Aku tak begitu ingat mengapa mereka bercerai. Seingatku mereka terlihat akur-akur saja, ingatanku samar-samar saat itu. Aku tidak begitu yakin apa penyebab aku menjadi seperti sekarang ini.
...
Saat aku sekolah dasar kelas lima kami mendapatkan tetangga baru di komplek rumah. Mereka adalah keluarga kecil yang terdiri dari ayah dan anak perempuannya. Rupanya anak perempuannya tersebut adalah siswa pindahan di sekolahku. Namanya Amalia Haerl dia pindah dari sekolah lamanya karena pekerjaan ayahnya yang selalu pindah-pindah.
Aku tidak terlalu gampang bergaul dengan orang baru. Namun keluarga mereka cukup ramah hingga keluarga kami bisa merasa nyaman dengan mereka. Begitu pula dengan Amalia, dia anak yang ramah dan ceria. Aku sangat senang berteman dengannya kami bahkan mengikat janji untuk menjadi sahabat selamanya. Amalia merupakan anak yang cantik dan ramah, wajar bila banyak orang yang suka padanya. Dia juga pintar, tak ayal dia bisa berada di peringkat dua di awal semester ketika masuk ke kesekolahku. Tapi aku tak akan kalah bila soal pelajaran sekolah. Karena ada ayahku yang selalu mengajariku untuk belajar. Jadi aku bisa mempertahankan posisiku di peringkat pertama. Aku memang tak secantik Amalia, namun bila soal kepintaran aku tak kalah dari dirinya.
Oleh karena itu aku tak pernah bolos belajar barang sedikitpun. Karena hanya kepintaranku saja yang membuat semua orang dekat denganku. Namun, tampaknya hal itu tak akan berlangsung lama. Lambat laun teman-teman di kelasku mulai mendekati Amalia untuk bertanya soal pekerjaan rumah dan tugas sekolah lainnya. Aku sebenarnya tak mempermasalahkan hal tersebut. Malah aku cukup terbantu oleh Amalia bila mau mengajari teman-temanku yang lainnya. Hingga akhirnya aku sadari, semua teman-temanku sedikit demi sedikit pergi menjauh.
...
Aku adalah seorang anak yang normal pada awalnya. Sama seperti yang lainnya aku juga memiliki sisi buruk dalam diriku. Namun ntah mengapa aku selalu menahan keinginan buruk dalam hatiku ini. Ayahku selalu menasehatiku agar aku dapat menjadi anak yang baik. Beliau selalu mengajarkanku akan kebaikan. oleh karena itu aku selalu berusaha bersikap baik dalam suatu kondisi apapun. Bahkan meski terkadang ada seseorang yang jahat padaku pun akan aku tahan. Aku coba untuk tetap tersenyum dan selalu berfikir positif.
Saat ini aku dan amalia pulang bersama dengan dua temanku yang lain. Dua temanku lagi yang bersama kami adalah Boby dan Leon. Dua anak lelaki ini tidak biasanya pulang menggunakan kendaraan umum sepertiku. Padahal sebelum-sebelumnya mereka selalu diantar jemput oleh orang tua mereka. Tapi kini mereka jalan beriringan bersamaku menuju angkutan umum dan pulang bersama kami.
"Kiri pak sopir", ujar amalia.
Lantas kami turun dari angkutan umum dan berjalan ke gang rumah yang tak jauh dari tempat pemberhentian angkutan umum. Sedangkan Boby dan Leon tetap berada di angkutan umum karena rumah mereka masih jauh jaraknya dari rumah kami.
Dari jarak 200 meter terlihat ayah amalia sedang membersihkan halaman. Lantas amalia berlari melihat ayahnya dari kejauhan itu.
"Aku pulang ayah", amalia memeluk ayahnya dan melambaikan tangannya padaku.
"Selamat siang paman", ucapku kepada paman Haerl.
"Ehh, ada bella. Mari mampir, om kebetulan tadi beli cake di toko ujung jalan sana, bagaimana?". Sapa Paman Haerl padaku.
"Terima kasih Paman, mungkin lain kali. Aku harus segera masuk rumah terlebih dahulu. Aku permisi paman", ucapku pada paman haerl dengan nada sopan.
"Ahh sayang sekali. Ahm iya yah, kalo begitu salam buat mama dan papa ya", ungkapnya kembali.
"Baik paman, nanti aku sampaikan", ucapku mengakhiri pembicaraan kami.
Usai menyapa paman haerl, aku bergegas masuk kedalam rumah dan memberikan salam kepada ibuku yang kebetulan belum berangkat bekerja. Ayahku masih ada pekerjaan di sekolah karena dia seorang guru SMA. Sedangkan ibuku bekerja sebagai model di salah satu majalah baju wanita modern. Ibuku juga seorang owner dari butik ternama di kota kami. Ibuku adalah primadona di kampung halamannya dulu. Dia salah satu mantan finalis duta kecantikan di kota kami. Oleh karena itu dia tampak berbeda dari ibu-ibu seperti biasanya. Yah, bisa dibilang ibuk-ibuk sosialita begitulah.
Tak berapa lama aku pulang, ibu sudah akan pergi lagi keluar mengurus bisnis butik miliknya. Ibu sempat mengajakku pergi ke butik. Namun aku menolak karena esok ada ulangan harian matematika. Akhirnya aku sendirian dirumah ditemani bibi yang sering membantu ibu pekerjaan rumah.
Orang tuaku selalu sibuk dengan pekerjaannya di luar. Begitulah hari-hariku yang aku alami. Sampai saatnya saat aku menginjak kelas enam sekolah dasar ibu dan ayah memutuskan untuk bercerai. Aku masih tak tau apa penyebabnya hingga sekarang ini. Aku sangat terpukul saat itu. Aku memang terbiasa makan dan minum tanpa ditemani oleh mereka. Namun, tak pernah terpikirkan olehku bahwa mereka akan berpisah.
Setelah bercerai, aku tinggal bersama ayahku. Namun beberapa bulan sekali aku juga tinggal bersama ibu. Aneh rasanya tanpa mereka berada disisiku secara bersamaan.
Tak hanya keluargaku yang bercerai. Amalia dan ayahnya juga pindah ke kota lain karena tugas kantor ayahnya. Semenjak itu hari-hariku menjadi terpuruk setelah semua yang berharga bagiku pergi. Aku mencoba untuk tetap berfikir positif dan mencoba tabah akan keadaan ini. Akan tetapi semuanya tak kunjung membaik. Aku masih merasa kesepian dan dilema setiap waktu. Namun meski begitu, aku harus tetap kuat demi ayahku. Bagiku dia adalah contoh hidup terbaikku. Panutan dalam hidupku, meski dunia terbalik sekalipun aku akan jalani kehidupan berat seperti apapun asalkan ayah tetap disampingku.
***
Hari kelulusanku dari sekolah dasar. Aku lulus dengan nilai terbaik saat itu. Meski itu adalah saat terbahagia untukku. Namun hanya ayah yang datang di kelulusanku. Ibu beralasan tak bisa datang karena ada pemotretan penting yang tak bisa dia tinggalkan. Aku tak mengapa bila ibu tidak datang. Memang terasa kurang tanpa ibu. Padahal setiap rapot yang mengambil selalu ayah tapi aku merasakan kesedihan terdalam saat melihat teman-temanku ditemani orang tua mereka. Tanpa sadar aku menitihkan air mata. Ayah sontak memelukku dengan sedikit berkaca-kaca. Dia mungkin tau alasan mengapa aku menangis. Namun dia tak bisa berucap apapun dan hanya bisa memelukku kala itu.
***
Keesokan harinya ayah menelpon ibu. Mereka bertengkar di telpon perihal ibu tak memiliki waktu lagi untukku. Bahkan seharusnya bulan ini aku berkunjung ke rumah ibu. Namun ibu tidak bisa bersamaku karena urusan butiknya yang akan mengikuti kontes di fashion show di Prancis. Aku mencoba mengerti dan lagi-lagi aku merasakan sakit di dada ini. Aku mencoba bersikap baik-baik saja di hadapan ayah. Aku tersenyum kepada ayah dan berkata aku baik-baik saja.
Bulan depannya ibu datang menemuiku. Ibu sempat meminta maaf padaku karena bulan kemarin tak bisa meluangkan waktunya denganku. Dia memelukku dan menjelaskan padaku agar aku bisa mengerti.
"Maafkan ibu ya Bella, bulan lalu ibu sangat sibuk dengan pekerjaan. Jadi tidak bisa menghabiskan waktu bersama denganmu. Tapi ibu janji di bulan ini kita bisa menghabiskan waktu bersama", ujar ibu memelukku.