Minggu pertama perkuliahan berlalu dalam kabut kecanggungan dan bisikan-bisikan. Insiden di kolam renang telah mencap Nichan sebagai "Gadis aneh yang mendorong ketua klub renang". Ia bisa merasakan tatapan mata yang mengikutinya di koridor, di kantin, bahkan di perpustakaan. Mahasiswa-mahasiswa yang tidak dikenalnya sesekali berbisik, jari-jari menunjuk ke arahnya, dan terkadang ia mendengar samar-samar kata "Gila" atau "Sombong" terucap. Nichan mencoba mengubur dalam-dalam insiden memalukan itu, namun atmosfer di kampus seolah tak membiarkannya.
"Kau seriusan dorong dia, Chan?" tanya Rina, teman sekamar Nichan yang ramah namun sedikit penakut, pada suatu sore saat mereka sedang membereskan buku di kamar asrama. Nada suaranya penuh kekhawatiran.
Nichan mendengus sambil memasukkan buku Kalkulusnya ke dalam tas, "Ya. Kenapa? Ada masalah?"
Rina menghela napas, "Masalahnya itu Kenzo, Chan! Ketua klub renang, anak donatur kampus, pintar, popular, dia bisa bikin hidupmu susah di sini."
"Biarkan saja," sahut Nichan acuh tak acuh, meskipun dalam hati ia tahu Rina ada benarnya, "Aku tidak peduli. Lagipula, dia pantas mendapatkannya. Siapa suruh angkuh begitu?"
"Tapi dia nggak ngapa-ngapain, kan? Maksudku, dia nggak laporin kamu ke dekan atau apa?" Rina terus mencecar, cemas.
Nichan menggeleng, "Tidak ada. Dia cuma pergi setelah itu. Diam saja."