Hujan lebat di pagi hari dengan semilir angin yang menerobos masuk lewat ventilasi jendela seolah seperti alunan musik pengantar tidur yang membuatku kembali menarik selimut. Rasanya kasur yang aku tiduri selalu berbisik lembut di telingaku, kalau dekapannya yang hangat dapat mengalahkan segalanya. Namun, alarm di ponselku terus saja berdering, seakan menampar keras realita kalau aku harus cepat-cepat bersiap untuk bekerja.
Belum lagi suara ketukan pintu kamarku yang berisik dan terdengar suara teriakan Ibu dari luar. “Teh ... bangun! Udah siang!”
Aku meregangkan tubuhku sambil menguap. Terpaksa aku harus melawan godaan kasur dan selimut daripada melawan Ibu yang sudah beberapa kali berteriak membangunkanku. Aku menyikap selimut yang menutupi sebagian tubuhku, mataku masih setengah tertutup dan nyawaku masih mengawang. Aku beranjak untuk duduk. Aku diam beberapa saat untuk mengumpulkan kesadaran penuh. Kulihat jam di dinding menunjukkan pukul enam pagi tepat.
Aku langsung terperanjat, nyawaku yang semula mengawang di udara seolah diserap habis oleh raga. Buru-buru aku keluar kamar dan menuju kamar mandi untuk segera mandi.
Oke... sebelumnya aku akan memperkenalkan diriku dulu. Karena sesuai pepatah, Tak kenal maka tak sayang. Jadi ... kita kenalan dulu, yuk! Biar kita saling sayang ... eh, maksudnya saling akrab.
Hai... namaku Linda Fadilah, banyak panggilan yang teman-temanku sematkan, aku tidak mau kasih tahu, terserah deh mau panggil aku apa. Aku asli orang Indonesia, bukan blasteran, tepatnya asli orang Sunda. Iya, Teteh Sunda. Tepatnya aku tinggal di sebuah kota kecil yang dijuluki sebagai kota Mochi atau banyak yang bilang kota Santri. Kota yang lebih besar Kabupatennya. Kota yang masih terasa dingin karena masih banyak hutannya. Kota yang kata orang sini mah; “Kota kecil sejuta piomongeun” yang artinya “Kota kecil sejuta omongan”. Tapi kalau menurut aku enggak begitu, meski kota ini kecil tapi punya sejuta cerita.
Aku tinggal di kota Like earth alias Sukabumi.
Aku anak ketiga dari lima bersaudara dan satu-satunya cewek. Kalau ada yang tanya, “Wah di manja dong?” aku tegaskan di sini deh... TIDAK. Sama saja yang aku rasakan seperti yang lainnya. Karena Ibu dan Bapak tidak pernah membeda-bedakan, atau istilahnya; tidak pilih kasih.
Dua kakakku sudah menikah dan punya anak yang lucu-lucu. Mereka tinggal di luar kota. Sementara adikku yang nomor empat, sekarang lagi merantau di pulau orang dan adikku yang bontot ada di rumah bersamaku, Ibu, Bapak dan Nenek.