Sekitar setengah jam sebelum waktu apel dilaksanakan, aku dan teman-teman memilih untuk duduk menunggu di parkiran mobil. Aku menyimak obrolan mereka sambil merasakan tubuhku kembali menggigil kedinginan, tapi tidak separah semalam.
Hingga temanku, Yayu, bertanya. “Kenapa?”
“Dingin,” kataku sambil mengusap-usap lenganku dan meniup-niup telapak tanganku. Berusaha menghangatkan diri.
“Ke atas aja, yuk? Nggak usah ikut apel. Diem di musala aja,” ajak Kak Rubi.
Aku mengangguk setuju.
Aku, Kak Rubi dan Yayu mengendap-endap untuk masuk ke dalam dan memastikan kalau tidak ada yang melihat kami apalagi sampai dipergoki satpam. Dirasa situasi aman, kami buru-buru lari menuju lantai dua.
***
Saat bekerja, aku merasa sangat lemas. Bahkan saat aku memajang barang rasanya sangat lelah padahal biasanya tidak demikian. Aku berpikir, mungkin karena aku tidak makan dari kemarin, jadi begini hasilnya.
Itu masuk akal.
Tapi kalau makan, aku tidak mau juga. Bingung jadinya.
Saat itu, aku memajang barang popok yang gondola display-nya lumayan tinggi dan harus menggunakan tangga atau kursi untuk memajang di bagian paling atas. Saat itu tinggal bagian atas yang belum terpajang dan terlihat barangnya kosong melompong. Aku mengambil kursi untuk naik ke atas, ketika aku menginjakkan kaki kananku di kursi itu, kembali terasa sangat sakit di bagian lututku. Sampai aku meringis dan kembali menurunkan kaki.
Aku ganti kaki kiriku yang naik lebih dulu. Aman. Sampai aku berhasil berdiri di atas kursi dan mengayunkan kaki kananku, terasa sungguh sangat sakit dan linu ketika aku dalam posisi itu. Sampai aku buru-buru kembali turun dan tepat saat kaki kananku menjejak lantai lebih dulu, aku merasakan sakit yang luar biasa sampai aku terjatuh. Untung saja, di sekitar tidak ada orang satu pun.
“Aw ... kok? Kenapa sakit, ya?” aku meringis dan perlahan kembali berdiri.
Aku memilih untuk ke toilet sambil berjalan sedikit pincang. Aku mengecek lututku, barangkali ada memar tiba-tiba atau luka. Tapi, setelah aku lihat, sama sekali tidak ada. Aku tekan dan tidak terasa sakit. Namun saat aku berjalan, kembali terasa sakit dan linu. Bahkan saat ditekuk pun sama sakitnya. Sampai aku berjalan sedikit pincang.
“Kenapa ingkud?” tanya Kak Rubi saat kami bertemu ketika aku baru keluar dari toilet. (Ingkud=pincang)
“Nggak tahu, ujug-ujug sakit.” (ujug-ujug=tiba-tiba)
“Naha?” (Naha=kenapa)
Aku menggeleng dengan bingung.
Kak Rubi melengos pergi. Sambil berkata. “Jompo.”
***
Sorenya setelah jam pulang, aku dijemput pacarku, Vadhel. Dia mengajakku untuk jajan.
“Jajan dulu, yuk?” ajaknya saat kami di motor.
Aku mengernyit dan menggeleng. “Nggak mau ah, pulang aja.”
“Lho? Kenapa? Dago deh Dago.”
“Nggak mau.”
“Tapi aku mau.”
“Ya udah kamu aja.”
“Kok gitu?”
“Ya emang nggak mau. Kok maksa?”
“Minuman atuh, ya?”
“Terserah ah.”