TOK
TOK
TOK
Pelan suara panggilan itu dari jendela yang ingin dibuka.
TOK
TOK
TOK
Kali ini lebih keras. Sepertinya titik kayu yang terkena pukulan merintih kesal.
TOK
TOK
TOK
Huh! Orang dibalik persegi tertutup itu benar-benar tidak sabaran.
KRET
"Altara putra Commanra! Dimana sopan santunmu?!" Baru saja kenop jendela ditarik pemilik ruangan, tamu tak diundang itu langsung melompat masuk lewat celah yang terbuka.
Menghiraukan tuan ruangan yang masih berdiri di samping jendela, tamu berpakaian rapi itu berjalan santai menuju tempat tidur dan duduk di tepinya.
"Dyana Princessa, selama itukah kau berpakaian?" Pemuda bernama Altara itu menatap lawan bicaranya. Rautnya tanpa merasa salah sedikitpun, walau perempuan di hadapannya kini melempar pandangan marah, "padahal aku ingin melihat kau tengah menaikkan kancing penutup gaun," cengiran laki-laki berkemeja biru gelap itu menanggapi kacak pinggang Dyana seraya bergumam lirih.
"Sudah berapa kali aku katakan. Masuk ruangan itu lewat pintu! Kau seperti monyet Cyna saja," dengan membawa-bawa monyet kesayangan ayah Altara yang menjadikan jendela sebagai tempat menyusup masuk, sudah dipastikan kekesalan Dyana masih pada topik pertama. Jika Dyana mendengar ucapan lirih sahabatnya itu, dapat dibayangkan bantal lembut hingga barang pecah belah di ruangan ini bertubi-tubi mengenai Altara.
"Putri mahkota ini benar-benar bersiap berganti gelar menjadi Queena," mengalihkan pembicaraan, Altara berbaring dengan lengan sebagai tumpuan kepala. Sepasang matanya menangkap ukiran tanah segitiga beserta kenampakan alamnya yang masih baru terbentuk di langit-langit ruangan.
Sisi kiri istanakava. Tempat tinggal darah biru kerajaan. Kamar Dyana ini berdiri indah tak menapak tanah. Semua bangunan di negeri ini terbang. Daerah ajaib segitiga Miverena.
Miverena berarti tanah yang terbang. Hingga batas puncak gunung api, sisi kiri pegunungan batuan, sisi kanan pegunungan kapur, dan diujung alas segitiga pegunungan es. Verena dan vereno terbang bebas tanpa sayap. Sebutan itu adalah untuk membedakan jenis kelamin penduduk di negeri Miverena. Begitu pula homeva, bangunan tempat tinggal verena dan vereno dibuat melayang. Tidak sampai menyentuh awan, namun mampu memperluas aktivitas di bawahnya.
Peta di langit-langit kamar Dyana, menjelaskan itu semua.
"Begitulah seharusnya," Dyana melangkah menuju meja rias, "Aku tidak seceroboh dirimu yang membuang buang waktu hanya untuk tebar pesona pada verena-verena di akademiva," telapak tangan kanannya meraih benda berwarna merah muda dan mulai menyisir rambut hitam panjangnya.
Altara dan Dyana berteman sejak kecil. Usia mereka yang sama membuat keduanya selalu bersama. Dari lahir sampai kini di akademiva tingkat akhir.
Dyana Princessa. Satu-satunya keturunan kerajaan. Tepat generasi diatasnya adalah Syna Queena, mava Dyana.
Altara, penerus pemimpin taraka Miverena. Ravanya adalah Azura Commanra, seseorang yang memikul amanah menjaga negeri Miverena dari bahaya.
"Kau ini sangat kaku, Dy," Altara bangkit dari tempat tidur berwarna senada dengan sisir Dyana. Memposisikan dirinya berdiri di belakang Dyana seraya melihat wajah cantik verena bergelar Princessa itu dari pantulan kaca, "masa akademiva itu busur panah romansa," senyum Altara mengembang lalu mengacak rambut bergelombang Dyana yang telah rapi disisir.
"Al, kau! sangat menyebal..."