Ini adalah sebuah pelajaran penting bagi Mocca bahwa pelarian untuk melupakan tidak seperti jalan tol yang dapat menghindar dari kemacetan kota. Melupakan semua kenangan manis bersama Reymond memang sangat menguras waktu dan air mata. Itulah alasan mengapa Mocca dengan sigap memilih pelarian sebagai solusinya.
Awalnya Mocca tidak tahu kalau Darren selalu memperhatikan gerak geriknya ketika break-time tiba. Mungkin karena Mocca terus mencari kesibukan bersama sahabat-sahabatnya agar sesegera mungkin Mocca bisa melupakan Reymond. Ririlah yang memergoki Darren sedang memandang Mocca secara diam-diam.
“Wah parah sih nih.” Kata Riri
“Parah apaan Ri?” Tanya Mocca
“Wah ngga bisa sih nih, bakal perang nih kalo emang beneran.”
“Ngga jelas banget deh lo Ri.” Sahut Fika
“Ntar deh gue ceritain, jangan sekarang masih ada anaknya tuh.”
“Siapa sih Ri? Ada apa sih? Jangan bikin gue penasaran deh ah.” Tanya Mocca dengan sangat kesal.
“Iya iya gue ceritain, sini. Darren ngliatin Mocca mulu tuh.” Kata Riri sambil membelakangi Darren.
"Darren? Darren siapa?" Tanya Mocca
"Darren kakak kelas kita itu yang pake kacamata." Kata Riri
“Masa sih?” Tanya Mocca dengan terheran-heran.
“Eittts jangan diliatin ntar GR tuh anak.” Sahut Riri sambil menutup mata Mocca.
“Wah parah sih ini kalo beneran bakal jadi perang dunia kesekian kalinya dong.” Sahut Fika dengan karakter begonya.
“Itu kata-kata gue tadi bego.” Ucap Riri dengan sangat ketus.
“Ya maap.”
Ya, Darren adalah kakak kelas Mocca, Riri dan Fika. Darren tidak ganteng seperti selebgram tetapi Darren keren dengan gaya penampilannya yang super modis. Darren yang terus memperhatikan Mocca membuat Mocca tidak percaya. Mocca terus bertanya-tanya dalam hatinya hingga Pak Hadi, guru Bahasa, tidak didengarnya. Dengan sangat berat hati Pak Hadi menegur Mocca, siswi berprestasi di sekolahnya.
“Mocca..” Bentak Pak Hadi.
Mocca sangat terkejut.
“Ha iya Pak? Ada apa?”
“Ada apa ada apa! Kamu mau disini mendengarkan saya atau keluar berdiri di depan tiang bendera?!”
“Disini saja pak biar bapak ngga kesepian.”
Mendengar itu, semua siswa/i di kelas Bahasa tertawa sangat lepas bagaikan ayam yang terlalu lama di dalam kandang.
Hari itu adalah hari yang cukup membosankan dan melelahkan bagi Mocca. Untung saja mochaccino hangat dan selembar roti selai sudah tertata rapi di meja makan. Bu Dewi, Mama Mocca, memang selalu menyiapkan mochaccino untuk Mocca karena mochaccino adalah minuman favorit Bu Dewi semasa Ia mengandung Mocca. Karena itu juga alasan mengapa Bu Dewi menamai anak perempuannya Mocca.
“Assalamualaikum Mam.”
“Waalaikumsalam sayang. Gimana hari ini? Lancar kan belajarnya?”
“Masih sama seperti yang kemarin-kemarin Mam.”
“Ada yang lagi kamu pikirin ya?”
“Ngga ada Mam, aku ke kamar dulu ya Mam mau bobok cantik, bye Mam.”