Mom for Twins

Dya
Chapter #5

05. Ayah Tunggal

🍃Semangat Membaca🍃

***

Seharusnya, Abyan mendapatkan sertifikasi telah mengikuti pendidikan dan pelatihan cara merawat bayi, agar lebih meyakinkan bahwa Abyan sudah bisa mengurus anak-anaknya tanpa bantuan suster Rita pun dengan Bu Marta.

Memang benar anak-anaknya terurus dengan baik. Selalu wangi, rapi, bahkan tumbuh kembang si kembar mengalami kenaikan yang sesuai dengan anjuran dokter.

Abyan mengusahakan kedua buah hatinya mendapatkan asupan ASI bukan susu formula. ASIP yang ia dapat adalah rekomendasi dari Ysta.

Awalnya Ysta yang melarang Bu Marta memberikan susu formula bagi kedua cucunya, saat mereka sedang dirawat di NICU.

Ysta memiliki sahabat yang mengelola lembaga khusus pendonor ASI, Marisa. Kebetulan Marisa adalah istri dari sahabat Abyan, Bachtiar. Kalau seperti ini dunia memang terasa sempit. Tidak jauh-jauh, ujungnya ketemu juga.

Abyan juga rajin memantau dan menstimulasi perkembangan kedua buah hatinya setiap hari. Ia juga membeli buku-buku panduan stimulasi kemampuan sensori dan motorik sesuai dengan usianya.

Mulai dari mengajak mereka berbicara, tertawa, bernyanyi, tummy time, membacakan buku cerita jelang tidur malam. Semua Abyan lakukan sendiri.

Peran ganda sebagai seorang ayah sekaligus ibu bagi anak-anaknya ia jalani dengan ikhlas. Prioritas hidup Abyan saat ini adalah pertumbuhan dan perkembangan si kembar, Aidan dan Ariella.

Ah, Aidan dan Ariella adalah nama yang sah dan telah dilegalkan dengan penerbitan akta kelahiran keduanya.

Katakan saja, Abyan memang terlalu tidak punya waktu untuk mencari nama lain yang pas untuk si kembar. Sudah ada nama, kenapa dia harus repot mencari lagi. Toh, kedua nama itu mengandung makna dan doa yang baik dan terdengar sangat cocok bagi anak-anaknya, tinggal menambahkan namanya di belakang sebagai nama keluarga. Beres!

Jika si kembar, Ai-Riel tumbuh sehat dan terawat dengan baik, maka tidak berlaku bagi Abyan.

Pria dewasa itu terlihat lebih kurus tak terurus, kelopak mata menghitam, rambut acak-acakan , wajah tampan pun ditumbuhi cambang. Pagi ini, ia tampak begitu lelah, tatapan matanya kosong, hanya kaos putih dsn celana pendek yang melekat di tubuhnya. Entah hari ini apakah ia sempat mandi atau tidak.

Di luar prediksi seorang Abyan Ghani! Ternyata mengurus Ai-Riel sendirian bukan perkara mudah.

Abyan kewalahan mengurus si kembar juga pekerjaan secara bersamaan.

Ai dan Riel akan selalu merengek hingga menangis secara bergantian. Tak jarang mereka menangis bersamaan, membuat Abyan makin frustasi padahal ia sedang rapat secara daring dengan klien perusahaan.

***

"Yan, kamu sehat?" tanya Bu Marta cemas saat tiba di rumah Abyan dengan kondisi serupa dengan kapal pecah, sementara pria itu tergolek lemas tak berdaya duduk di atas lantai bersandar pada meja lemari kecil yang terlentak di antara pintu kamarnya dan si kembar yang saling berhadapan.

Baju berserakan di mana-mana, tidak bisa dibedakan mana baju kotor atau bersih siap pakai, ditambah bau tidak sedap dari popok sekali pakai kemarin yang lupa Abyan buang. Lantai yang terasa begitu berdebu dan lengket saat diinjak, juga bekas alat makan yang teronggok di meja dapur hingga sisa butir nasi di atasnya sudah mengering sempurna.

Abyan menghela lelah. "Baik, Bu."

Jawaban si anak bungsu ini begitu kontras dengan yang terlihat. Bibirnya terucap baik namun kenyataannya tak sebaik yang diucapkan.

Bu Marta berdecak. "Sekarang ngrasain 'kan, repotnya ngurus dua bayi? Makanya nggak usah sombong."

Abyan menggaruk kepala yang entah kapan terakhir ia sempat mencuci rambut.

"Mengurus rumah, mengurus dua bayi, mencari nafkah itu tidak mudah dilakukan sekaligus dalam satu waktu, Yan. Lihat sekarang! Diri sendiri aja nggak keurus." Bu Marta prihatin kondisi sang putra yang cukup terlihat mengenaskan.

Seraya memunguti pakaian-pakaian kotor dan memasukkan ke keranjang. "Ibu sudah minta kalian tinggal di rumah Ibu. Kamu bisa bekerja tanpa terganggu. Anak-anak ada yang jagain."

Abyan menghela nafas pasrah. Ia hanya mendengarkan omelan sang ibu tanpa minat untuk menjawab. Padahal baru tiga minggu ia merasakan hidupnya sekacau ini. Padahal ini berlaku selamanya.

Anak-anak memang tumbuh semakin besar dan pintar. Tapi dengan segala fase kehidupan mereka. Tentu ada saja gebrakannya. Kerepotan mengurus mereka jelas tidak akan ada habisnya.

"Ai sama Riel mana?" tanya Bu Marta mengakhiri rentetan omelan kepada si ayah kembar.

"Baru aja tidur, Bu." Abyan menjawab kemudian berdiri dari duduknya dan meregangkan tubuhnya.

"Kamu nggak lupa 'kan, hari ini mereka diimunisasi?"

Abyan mengangguk. "Bu, jagain Ai sama Riel dulu, ya. Aku mau mandi sebentar."

Bu Marta mempersilakan putra bungsu memberi sedikit ruang dan waktu untuk sekedar mengurus dirinya sendiri. Wanita itu kini tengah sibuk merapikan rumah bergaya minimalis itu, mumpung kedua cucunya tengah tertidur pulas di kamar mereka.

Lihat selengkapnya