“Stev, jadikan nginep di kosan aku?” tanya Gina. Stevi mengangguk. “Masih ada baju aku kan di sana?” Giliran Gina mengangguk, “Iya ada noh satu laci lemari aku baju kamu semua.” Stevi terkekeh, “uuu baik banget disimpen di lemari.”
“Tadinya mau aku kresekin aja tapi takut kebuang kalau mendadak ibuku datang.” Kening Stevia mengerut, “kok dibuang?”
“Iya, takut dikira sampah.” Gina tertawa, sementara Stevi menatap tajam ke arah sahabatnya itu. “Ih Gina kok nyebelin.” Teriak Stevi.
Kamar kosan Gina tidak terlalu besar tapi pas untuk diisi oleh dua orang dengan kamar mandi di dalam. Gina dan Stevia sama-sama merantau di kota orang. Mereka sering kali bergantian menginap di kosannya masing-masingnya. Itulah kenapa Stevi meninggalkan baju disana supaya tidak ribet lagi kalau mendadak ingin menginap, seperti sekarang.
Malam sudah larut, tapi dua sahabat itu masih asyik dengan laptopnya masing-masing. Ponsel yang tiba-tiba berdering mengganggu fokus mereka. “Gin, itu angkat ada yang nelepon.” Ucap Stevi tanpa mengalihkan tatapannya dari laptop.
“Bukan punya aku. Ponselku mati lagi di charge.” Balas Gina. “Ponselku berarti.” Stevi mencari ponselnya.
Stevi menerima panggilan, “Assalamu’alaikum, kenapa Pa?”
“Wa’alaikumsalam, dimana? Kok belum pulang?” Stevi mengernyit, “nginep dikosan temen.” Balasnya.
“Nginep kok ngga bilang? Ibu nungguin kamu di rumah.”
“Ibu? Ibu siapa?” tanya Stevi bingung.
“Astagfirullah, masa lupa kamu sekarang tinggal sama Ibu Sarah.” Stevi baru sadar, ia lupa kalau sekarang tinggal di rumah papa.
“Dia bukan ibu aku pa. Dia istri papa.”
“Karena Ibu Sarah istri papa jadi itu ibu kamu juga, nak.”
Stevi menggeleng, “ngga, ibuku cuma satu Mama Wulan.”
“Stevi, papa ngga mau berdebat. Kamu siap-siap papa jemput kamu. Kirim lokasi kamu sekarang.” Belum sempat Stevi menolak papanya sudah dulu memutuskan panggilan.
Gina sudah ada disampingnya, menatap Stevi iba. Pasti berat kalau dirinya ada di posisi Stevi.
“Disuruh pulang?” tanya Gina. Stevi mengangguk lemah. “Aku lupa kalau sekarang tinggal di rumah papa.”
Tidak sampai satu jam, SUV hitam papa sudah terparkir di depan kosan Gina.
“Pulang dulu ya, terima kasih udah jagain Stevi.” Pamit papa sebelum masuk ke dalam mobil. “Iya, om. Hati-hati.” Stevi masih diam mengikuti papanya duduk di samping kemudi.
“Stev, jangan lupa kabarin aku kalau udah sampai.” Lanjut Gina. Stevi mengangguk, mengacungkan ibu jarinya.
Sesampainya di rumah, “loh Pa, bukannya pulang besok?” Ibu Sarah mencium punggung tangan papa.