Monumen Bulan

Dedy Tri Riyadi
Chapter #4

Koin Gambar Miru

Meski sudah banyak penjahat tertangkap, Kapten Yomi merasa belum puas, mengingat setiap pengedar obat-obatan yang terlarang tidak pernah mau menunjuk batang hidung siapa sebenarnya pemasok barang itu ke Dompayuba. Penjara kota Dompayuba penuh dengan pengedar-pengedar kelas receh.

“Apa aku harus mengobrak-abrik seluruh kota ini supaya ketahuan siapa sebenarnya dalang dari peredaran obat haram ini?” jerit Kapten Yomi putus asa.

Bawahannya, Letnan Sam Batlara diam saja. Ia, sama seperti prajurit lainnya, juga telah mendapatkan upeti dari Ras Tusikin, supaya tidak meneruskan penyelidikan lebih lanjut jika menangkap para pengedar. Sam, malah mendapatkan tugas khusus dari Ras Tusikin yaitu memengaruhi Yomi supaya tidak terlalu keras mengawasi peredaran obat haram itu.

“Coba, Sam, kau katakan apa yang harus aku lakukan?”

“Kau tahu, Kapten, kalau aku terlalu banyak membaca itu suka pusing. Meskipun aku ingin sekali menghabiskan bacaan itu, tetapi kadang aku tersesat pada halaman yang mungkin sudah kubaca, atau melompat ke halaman yang sebenarnya belum bersambung, atau parahnya lagi aku tertidur di tengah-tengah membaca. Kalau sudah begitu, aku akan jalan-jalan sebentar ke halaman depan rumah, mengamati bunga-bunga, atau pergi ke tempat di mana kita bersantai, minum-minum cantik, dan mendengar musik asik. Setelah itu baru aku akan kembali membaca dengan penuh perhatian.” Begitu usulan Sam kepada Yomi.

Yomi mengangguk-anggukan kepala tanda setuju. Namun ia ragu, apakah di Dompayuba ada tempat asyik seperti yang disebutkan oleh Sam?

“Apakah ada tempat yang asyik?”

“Tentu ada. Dompayuba itu menyediakan berbagai macam hiburan, kok, asal kau tidak terlalu keras pada mereka.”

“Maksudmu?”

“Mereka juga perlu penghidupan, Kapten, perlu uang. Sama seperti kita. Tidak mungkin kita bisa terus-terusan mengejar para penjahat, bukan?”

“Jadi, kau mau bawa aku ke mana?”

“Ada sebuah tempat, di sebuah resort tepi pantai. Musik asyik, minuman enak, dan perempuan-perempuan yang menggairahkan. Bagaimana?”

“Apakah di sana ada peredaran obat haram?”

“Tenang saja, itu sebuah klub tertutup. Dan mereka yang datang ke sana, bukan para pemuda yang suka dengan khayalan. Mereka para pemimpin perusahaan, dan pemilik usaha seantero Dompayuba.”

“Klub Elite?”

“Begitulah. Bagaimana?”

“Baiklah. Ajak aku ke sana, Sam.”

“Begitu dong! Sekali-kali bersantailah. Penjahat di Dompayuba tidak akan kemana-mana. Hahaha.”

Yomi dan Sam, dua petinggi militer itu keluar dari kantornya, menaiki jip, dan menuju ke arah sebuah pantai, di mana terdapat sebuah hotel mewah bernama Anadarams.

Dalam pada itu, di hotel mewah yang sama tengah berlangsung pesta ulang tahun yang meriah dari puteri tunggal Modra Mudrikun yang bernama Miru Naehram. Dari beranda hotel berjajar bunga-bunga papan dengan aneka ucapan selamat dari kolega dan sesama pengusaha Modra. Ruang ballroom hotel dipenuhi pemuda-pemudi teman dan sahabat Miru, di samping guru-guru sekolah Miru, dan teman-teman Modra.

“Rupanya kita salah waktu,” kata Sam begitu mereka sampai.

“Meriah sekali,” kata Yomi melihat banyaknya pengunjung yang menjejali ballroom. Kepada seorang pelayan, Yomi bertanya, “Acara ulang tahun siapa ini?”

“Oh. Ini Ulang tahun Non Miru. Anaknya Tuan Modra, Pak. Bapak tamu undangan juga?” ucap pelayan yang ditanya Yomi.

Lihat selengkapnya