Chip memekik pelan, seolah memberi aba-aba. Roy meraih tangan Lisa, dan keduanya berlari ke arah pintu belakang sekolah.
Roy mengedarkan pandangannya ke arah sekeliling. Ia bingung sendiri. Sejak awal, tampak seperti di sekolah. Saat terus berlari--demi menghindari kejaran...
Anak laki-laki itu siapa, keluh Roy gusar dalam hati.
Lionel Ivan menoleh, hendak mengejar, namun Sania mengayunkan tongkat yang seperti tongkat sihir, menciptakan garis cahaya di lantai yang meledak seperti tambang petir kecil. Lorong terguncang. Dinding-dinding retak.
“Pergi!” Sania berteriak. “Pergilah Roy, ke arah rumah pohon itu! Cuma muncul waktu matahari terbenam!”
Roy terus berlari, tak menoleh. Chip meloncat ke pundak Roy seolah tahu jalan.
Roy dan Chip akhirnya berhenti di pinggir sungai, yang dipenuhi rumput liar. Ia menoleh, napas tersengal. “Rumah pohon yang dimaksud Sania itu yang ini, Chip?"
Chip menguik-uik pertanda memberikan jawaban "Ya".
Roy mengangguk. “Rumah pohon yang aneh. Yang terlihat cuma waktu senja, setelah itu, hilang lagi. Apa aku harus masuk?”
Chip mencicit pelan, lalu menunjuk ke arah barat. Matahari mulai turun.
Roy menyadari bahwa langit mulai menguning jingga. Waktunya terbatas.
Di rumah pohon itu, mereka memanjat tangga kayu tua. Begitu berada di dalam, semuanya berubah. Udara menjadi lembut. Waktu seolah berhenti. Tak ada suara serangga, tak ada angin. Hanya diam.