Di malam hari, setelah mengerjakan PR Bahasa Inggris, Roy tak bisa tidur. Sebetulnya sempat tidur, hanya saja dalam tidurnya yang gelisah, ia bermimpi dirinya berdiri di bawah pohon. Pohon yang sama. Pohon nangka di lapangan belakang sekolah. Kali ini, tak ada teman-temannya. Hanya kabut, dan sosok tinggi kurus dengan kulit gelap dan mata merah yang menyeringai padanya.
*****
Terlibat dirinya dalam obrolan dengan sosok yang seperti orang kulit hitam dari Afrika.
“Karena kalian ditakdirkan menjadi katalis.”
"Apa itu katalis?"
"Intinya, kamu dan Lisa, kalian berdua akan bisa mengubah dunia."
"T-tapi aku dan dia cuma anak SD."
"Jika sudah terpilih, tak peduli apakah masih berusia belia atau tidak. Mungkin apa yang kamu sebutkan kutukan, sebenarnya itu anugerah."
"Aku masih belum paham,"
“Pelan-pelan saja, nanti juga kamu akan mengerti dengan sendirinya. Sepupumu, Sania, dia itu pun sama. Hanya saja Sania lebih berkedudukan sebagai seorang penjaga. Mungkin darah kakek-nenek dari garis ibunya, yang menyebabkan seperti itu."
Meskipun bingung, Roy berusaha memperlihatkan bahwa dia paham melalui anggukan kepala beberapa kali.
"Berhati-hatilah dengan murid baru di sekolahmu,"
"M-maksudnya, Lionel Ivan?"
"Anak laki-laki simetris itu hampir saja berhasil menghancurkan segel antar dunia. Dalam waktu dekat, bisa terjadi kekacauan. Salah satunya, terjadi bencana alam di mana-mana."
"Aku masih belum paham dengan segel antar dunia. Itu apa sih sebetulnya?"