Hari itu aula tengah sekolah dipenuhi dengan suara riuh rendah. Panggung sederhana telah disulap menjadi latar sebuah kerajaan masa lampau: lengkap dengan tirai warna emas, replika pohon beringin dari kertas karton, dan ornamen wayang yang digambar oleh anak-anak sendiri. Karena ini pertunjukan sebagai pengganti ujian Bahasa Indonesia, penontonnya hanya murid-murid kelas 4A, Bu Retno, Suster Marietta, dan yang berlalu lalang di aula tengah SD Katolik Boromeo.
Panggung menjadi saksi cerita klasik yang dibawakan dengan versi khas anak-anak kelas 4A SD Katolik Boromeo. Kenapa dikatakan versi mereka? Karena di versi aslinya, pasangan Lutung Kasarung adalah Purbasari dan bukan Purbalaras.
Di belakang panggung, Roy berdiri mengenakan kostum bulu-bulu hitam dan topeng setengah wajah menyerupai monyet. Ia adalah Lutung Kasarung. Di sampingnya, Lisa memakai kebaya kuning gading, memerankan Purbalaras. Wajahnya dipoles tipis dengan bedak bayi dan lip balm. Itu cukup untuk menonjolkan kecantikannya tanpa membuatnya terlihat seperti orang dewasa.
Roy menarik napas panjang. Di antara suara tepuk tangan yang membahana dan aroma keringat anak-anak yang gugup, kegelisahan itu kembali datang. Ia merasa seperti di titik mula segalanya. Entah mengapa, panggung ini terasa begitu familier. Seperti ada pusaran waktu yang membawanya kembali ke sesuatu yang dulu terlupakan.
“Roy…” bisik Lisa dari samping. “Kamu siap?”
Roy mengangguk. “Aku lebih dari siap.”
Di kursi terdepan, Bu Retno mengangguk puas. Di sampingnya, Suster Marietta duduk sambil mencatat sesuatu di buku catatannya yang lusuh. Matanya tak lepas dari panggung.
“Selamat pagi, semuanya,” kata Bu Retno membuka acara. “Hari ini, kelas 4A akan menampilkan adaptasi dari kisah Lutung Kasarung, dengan sentuhan kreativitas mereka sendiri. Semoga kalian semua menikmati pertunjukannya.”
Tepuk tangan bergema. Lampu dinyalakan ke arah panggung.
Tirai terbuka.
Di awal adegan, Daniel yang memerankan Prabu Tapa Agung, berdiri dengan tongkat kerajaan dan jubah panjang dari kain sprei biru laut.
“Anakku Purbararang, Purbalaras, dan Purbayu,” ucap Daniel dengan gaya ala narator sinetron. “Sudah waktunya, aku menentukan siapa yang akan menggantikanku menjadi penerus kerajaan.”
Kathrina melangkah maju, memerankan Purbararang, si kakak sulung yang angkuh.
“Ayahanda, tidak perlu ragu. Aku lah yang paling cocok menjadi ratu berikutnya,” katanya dengan nada tinggi dan gaya melipat tangan.