Jam pelajaran Olahraga lagi.
Roy mematung. Bola dilempar ke penjaga base, tapi Roy belum sampai.
“Out!”
Pak Jokiman meniup peluit. Roy masih terdiam.
Lisa mendekat. “Roy… kamu kenapa?”
Roy menelan ludah. “Aku lihat… makhluk itu lagi.”
Lisa mengernyit. “Makhluk apa?”
“Yang waktu di lab bahasa. Dia sekarang muncul di sini.”
Lisa menatap Roy lekat-lekat. Sambil menangkupkan tangan di dahi, Lisa berdesis, "Aku juga lihat.”
Di belakang mereka, Lionel Ivan berdiri di pinggir lapangan. Menatap Roy dan Lisa sambil tersenyum kecil. Angin berembus pelan. Namun, di telinga Roy dan Lisa, ada bisikan lain. Suara yang berasal dari tempat yang jauh, dari dunia yang tak sepenuhnya manusiawi.
"K-kamu dengar?" tanya Roy mengernyitkan dahi, bergidik.
Lisa spontan berkata, "Hahaha... denger apa? Aku nggak denger apa-apa. Dah, lah, lanjut main lagi. Tuh, Pak Jokiman marah-marah."
Roy melihat ke arah yang ditunjuk Lisa. Benar saja, guru Olahraga berdarah Batak itu terlihat gusar. Pak Jokiman bergegas ke arah Roy dan Lisa.
Lisa segera berlari ke arah timnya yang kebanyakan diisi oleh murid perempuan.
"Kamu kenapa malah bengong, Roy?" tanya Pak Jokiman melotot. Mulutnya seperti menerkam Roy.
"G-gak apa-apa, Pak Jokiman..."
"Lanjut main lagi. Ini, Bapak suruh main kasti, tidak sekedar main kasti. Pemberian nilai tugas Olahraga juga. Masuk rapor kamu dan lainnya. Dan, tadi..."
Pak Jokiman memukul bahu Roy. "Main kamu bagus, Roy. Tumben begitu. Biasanya kamu, setiap jam Olahraga, lebih sering planga-plongo di pojok lapangan. Entah apa yang kamu lamunkan. Ayo, main lagi. Yang semangat!"