Keesokan harinya, SD Borromeus seperti biasa dipenuhi hiruk pikuk anak-anak yang berebut masuk kelas, memamerkan bekal, atau sekadar saling dorong di koridor. Bagi Reeson, semuanya tampak kabur. Ia duduk diam di kelas, tak menggoda siapa pun, bahkan tak menggubris ejekan Khriswanto tentang rambutnya yang masih awut-awutan.
Roy memperhatikannya dari bangku lain. Matanya masih merah kelelahan, namun ia sadar, sesuatu telah berubah dari Reeson.
Saat pelajaran IPAS dimulai, Pak Hadi membagi kelompok diskusi. Tak seperti biasanya, Reeson langsung meminta satu kelompok dengan Roy. Semua anak heran. Bahkan Khriswanto melongo.
“Lo… kenapa, Son?” bisik Aloy.
Reeson tak menjawab. Ia menatap Roy penuh makna. “Gue… gue harus ngomong sama lo. Nanti. Waktu istirahat.”
Roy menoleh ke Lisa, yang juga memperhatikan mereka. Keduanya sepakat bahwa ada ganjil dari Reeson.
*****
Saat istirahat, Roy dan Reeson duduk di bangku dekat taman kecil sekolah, di bawah pohon asam yang sudah tua. Tak ada murid lain di situ. Hanya suara serangga dan gemerisik dedaunan yang berguguran.
“Gue tahu semuanya, Roy,” kata Reeson akhirnya.
Roy menegang. “Semua apa?”
“Foto sama video. Waktu lo berubah. Waktu lo—jadi… makhluk itu.”