Lionel Ivan mengeluarkan selembar foto. Ia menyerahkannya ke Aloy tanpa berkata-kata. Aloy yang masih berkeringat karena bermain bola, sempat ragu, namun tetap menerima foto itu. Ia menatapnya—dan matanya membelalak.
Itu adalah gambar Roy. Atau sesuatu yang dulunya Roy. Separuh tubuhnya masih berbentuk anak laki-laki, tapi sisanya—wajahnya, tangannya—sudah dipenuhi bulu, dan matanya merah menyala seperti bara api.
“Astaga…” gumam Aloy. “Ini beneran?”
Lionel Ivan mengangguk. “Itu gue ambil waktu Roy ketiduran di kelas. Gue ngikutin dia waktu pulang. Di gang belakang perpustakaan, dia mulai berubah. Dan itu bukan mimpi.”
Aloy mendekatkan foto itu ke wajahnya, seolah tak percaya. “Kok bisa? Lo yakin ini bukan efek kamera?”
“Lo pikir gue ahli Photoshop?” Lionel menyeringai kecil. “Gue beneran lihat dia berubah. Dan bukan cuma gue. Reeson juga udah liat buktinya. Bahkan, katanya, dia mulai ngalamin hal-hal aneh juga. Di rumahnya sendiri.”
Aloy menelan ludah. Tangannya gemetar. Foto itu nyaris terjatuh.
“Jadi maksud lo… dia monster?”
Lionel tidak menjawab langsung. Ia hanya menatap Aloy dengan pandangan kosong. Lalu akhirnya berkata lirih, “Gue agak kurang suka lo bilang gitu.”
Aloy memandang Lionel tajam. “Lo dapet info semua ini dari mana?”
Lionel Ivan menarik napas. Ia menatap langit sore yang mulai menguning. “Nggak usah tanya dari mana gue tahu. Yang penting, kita semua harus hati-hati sama Roy. Pelan-pelan, kita harus harus mulai cerita ke seluruh sekolah."
Aloy terduduk di pinggir lapangan, kakinya lemas. “Gue masih nggak paham aja. Banyak yang gue nggak ngerti. Salah satunya, lo ceritain ini ke gue buat apa?”