Apa yang aku bisa lakukan? Aku hanya manusia biasa, dalam beberapa hal hanya bisa menunggu sambil berdoa. Seorang gadis yang termasuk cantik menurut mereka, namun begitu tidak beruntungnya dalam cinta di mata yang memandang.
Tidak beruntung? Begitulah katanya. Namun aku tidak merasa seperti itu. Aku seorang kakak yang memiliki dua adik perempuan, adik pertamaku sudah menikah lebih dahulu dan adik keduaku masih sekolah di bangku SMA. Rasanya sungguh berat menerima pertanyaan, "Kapan kamu akan menikah? Sampai didahului adikmu?"
Nyess. Seperti baru saja tersiram air panas saat mendengarnya. Sekuat tenaga kutahan kekesalan, karena di tempatku ini masih dipandang tabu seorang kakak perempuan yang didahului menikah oleh adiknya sendiri. Susah jodoh katanya.
Bukan perkara mudah mendengarkan omongan orang di awal, sampai aku mulai membiasakan diri menerima semua itu. Meskipun belum terbiasa sampai sekarang pun. Jika kalian bertanya, apa aku pernah jatuh cinta? Maka jawabannya adalah iya, bahkan aku pernah berpacaran beberapa kali.
Di umur dua puluh tujuh tahun ini banyak yang terlintas dalam benakku. Apa yang sebenarnya aku inginkan? Apa yang ingin aku gapai? Pria yang seperti apa yang bisa meluluhkan hatiku? Kenapa aku seperti ini? Apa yang salah padaku? Sampai pada akhirnya semua itu bermuara kepada Tuhan.
"Ya Allah, begitu banyaknya dosaku di masa lalu. Sesungguhnya aku seperti ini karena dosaku sendiri. Duhai yang menggenggam jiwaku, tolong bantulah aku, dan mudahkan segala urusanku."
Masa berpacaran, perilaku diri selama ini begitu melintas di pelupuk mata. Sekarang barulah perlahan aku memahami, bahwa sesungguhnya aku harus belajar memahami diri sendiri. Selama ini begitu sibuknya akan ego sendiri, merasa jika yang dilakukan sudah sesuai. Sampai tiada menimbang rasa dengan benar.
Pertanyaan dalam hatiku, benarkah aku sudah meminta jodoh dengan sungguh-sungguh? Sejenak aku merenung, jemariku membuka kain mukenah sambil memikirkan diri sendiri yang menjadi seperti ini. Di malam yang sunyi sekarang, tanpa terasa air mata kembali meleleh. Terlintas dalam benak, sudah berapa orang yang aku tolak niat baiknya selama ini?
Mungkinkah Allah sedang menegur perilaku selama ini? Sampai aku sulit untuk menumbuhkan rasa kepada orang yang ingin membuka pintu hatiku? Sejenak aku berpikir buruk, namun kembali aku beristigfar. Mengatakan jika Allah tidak pernah membuat kecewa hambannya yang sedang memohon ampun.
Aku hanya manusia biasa, masih berada di level bawah dalam masalah keimanan. Kurang memahami ajaran agama dengan benar, namun merasa jika yang dilakukan sudah benar selama ini. Menyakinkan diri atas kesalahan yang sudah benar jelas aku perbuat, dengan alasan harus mengenal lebih dekat dulu. Padahal jika tidak memawas diri dengan benar, akan berujunglah pada kemaksiatan.
Aku paham, jika tidak mudah menerima kekurangan seseorang seutuhnya. Harus ada yang saling memahami dan sabar menghadapi masalah. Begitu banyak yang aku pertimbangankan untuk memilih seseorang. Dan rasanya sungguh sedih saat aku sadar bahwa perasaan yang aku miliki tidak sama seperti orang yang datang padaku.
Banyak orang berkata, "Memang kaumau yang seperti apa? Padahal dia tampan, baik dan mapan?"
Pertanyaan yang seperti itu membuat bibirku keluh, dan hatiku pun berdenyut kembali. Tidakkah mereka berpikir sejenak, hal yang paling mendasar bagi seseorang untuk jatuh cinta adalah sebuah rasa? Dan aku pun tidak berdaya di saat ada orang yang menyukaiku ternyata di hatiku tidak ada hal seperti itu.
"Kau itu terlalu pemilih," kata yang sering singgah ini juga sering menampar diriku.
Memangnya aku tidak boleh memilih? Semua orang menginginkan hal yang terbaik. Dan aku salah satu gadis cerewet di mata mereka karena terus menolak seorang pria.
Ketahuilah, di umur yang semakin dewasa. Kriteria dalam memilih seorang lelaki itu hampir minus. Hal-hal seperti ketampanan, kekayaan, jabatan, dan ketenaran hampir tersingkirkan. Karena ada yang dipahami seiring berjalannya waktu. Semua yang tampan akan keriput pada waktunya. Kekayaan pun akan bisa sirna karena roda dunia terus berputar. Jabatan bisa turun ketika masanya. Dan ketenaran akan bisa digantikan oleh sesuatu yang baru nantinya.