Nuwar, Denis, Ahmad, dan Fauzan sudah bergabung dengan yang lainnya. Kevin baru saja bergabung dengan mereka. Mereka membentuk barisan tiga banjar. Tiga orang terdepan ditugaskan memegang bendera merah putih. Mereka adalah Nuwar, Karin, dan Ahmad. Sementara Denis, Fauzan, dan Kevin berada di barisan paling belakang. Di depan mereka, sudah berdiri seorang wanita paruh baya berdarah Cina dan Jawa. Ia adalah Buk Liem yang disebut-sebut Nuwar dan teman-temannya. Dengan pose tolak pinggang dan peluit yang ia kalungkan di lehernya, ia melatih Nuwar dan kawan-kawan baris berbaris dengan serius.
"Selamat sore, anak-anak sekalian. Bagaimana kabar kaliaan?!" Buk Liem membuka sesi latihan.
"Baik Buk Liem!" Anak-anak dengan menjawab dengan kompak. Beberapa dari mereka terdengar kurang antusias, beberapa lagi menjawab dengan suara lantang penuh semangat, termasuk Karin. Nuwar, yang berdiri di sebelah kanan Karin melirik ke sebelah kirinya.
"Nuwar! ngapain kamu lirik-lirik?!" tanya Buk Liem.
"N–nggak ngapa-ngapain buk!" jawab Nuwar kaget.
Buk Liem hanya tersenyum, ia hanya menggoda Nuwar barusan. "Nuwar, kamu sudah kenal belum dengan yang lainnya?"
"Belum semua, Buk … "
"Kok bisa belum kenal sama temen-temennya?"
Nuwar hanya terdiam seribu bahasa.
"Ya sudah, kenalannya nanti saja. Sekarang, Buk Liem mau kalian fokus latihan dulu. Ibuk minta semuanya serius ya, karena seperti yang sudah Buk Liem bilang beberapa waktu yang lalu, pawai budaya ini akan disaksikan langsung oleh Pak Gubernur, jadi jangan main-main." Buk Liem berhenti untuk mengambil nafas. Saat Buk Liem ingin melanjutkan instruksinya, teriakan seorang anak dari barisan belakang memotongnya.
"Baik Buk Liem!" sahut anak tersebut.
Buk Liem memiringkan kepalanya untuk melihat wajah anak tersebut. Ia adalah Kevin. Buk Liem mengernyitkan dahinya ketika ia melihat anak gempal tersebut memegang bola sepak di tangan kirinya. Masih dengan pose tolak pinggannya, Buk Liem berjalan mendatangi Kevin.
"Kenapa kamu bawa-bawa bola?" Pertanyaan tersebut sontak membuat anak-anak yang berada di barisan depan menoleh ke belakang. Pertanyaan yang mungkin terdengar sederhana namun tidak bagi Kevin dan anak-anak lain yang sudah lama mengenal Buk Liem. Bagi mereka, pertanyaan tersebut begitu mengintimidasi. "DUG … " Kevin menjatuhkan bolanya. Bola tersebut jatuh mengenai kaki kanan Denis lalu memantul ke arah Buk Liem. Buk Liem melihat bola tersebut berhenti di bawah kakinya. Kemudian, ia bertanya lagi. "Kevin … ini bola kamu apa bukan?" Buk Liem bertanya dengan suara halus.
"B–Bukan, Buk …" Suara Kevin kini tidak lagi terdengar lantang.
"Terus kalo bukan punyamu, punya siapa?"
"Punya Abang saya, Buk … "