Tas besar di atas sofa sudah siap, Mora memakai sepatu ketsnya dan siap pergi meninggalkan rumahnya lagi seperti yang dikatakannya kemarin. Mora akan pergi cukup lama dan masih belum memikirkan kapan akan pulang. Sebelum pergi. Ia mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan memberikannya kepada mami.
Mora : "Mi, Mora minta tolong ya sama mami. Tolong simpan foto ini. Hanya ini yang menjadi kenangan ku pada Nining. Tolong ya mi. Jangan mami buang atau robek."
Saat itu, Mora pernah mengajak Nining ke tempat wisata kebun raya bogor. Ketika mereka sedang melihat bunga - bunga, ada tukang foto keliling menawarkan jasanya, hal itu menjadi kesempatan untuk mendapatkan momen yang mungkin hanya bisa dapat sekali seumur hidup. Mora dengan beraninya merangkul Nining ke dalam pelukannya dan Nining tersenyum manis, setelah fotonya telah di cuci, Mora dan Nining mendapatkan pujian dari tukang foto keliling bahwa Mora dan Nining adalah pesangan yang sangat cocok padahal hanya sebatas adek abang sepupu.
Mami : "Iya, iya. Mami simpan, hati - hati kau ya."
Lalu Mora berpamitan dengan mami dan papi, kecuali Nining yang sengaja mami suruh untuk menyiapkan makan siang nanti agar mencegahnya bertemu dengan Mora untuk yang terakhir. Sebenarnya di sisi lain, Nining tahu akan hal itu. Namun, Nining berpura - pura tidak menjadi masalah padahal cara ini sangat tidak ia sukai.
Setelah batang hidung Mora sudah menghilang, tidak ada yang perlu di bahas, mami kembali ke dapur untuk membantu Nining masak sampai masak untuk makan siang beres.
Yang biasanya makan siang berempat sekarang hanya bertiga, dan suasananya tidak seperti biasanya, terasa tidak ada keakraban dalam keluarga. Mami dan papi menikmati makan siangnya dan Nining juga walaupun sebenarnya tidak.
Papi : "Papi yang bicara atau mami?"
Mami : "Papi saja."
Nining melirik ke mami dan papi sepertinya ada sesuatu yang ingin mereka bicarakan dengan serius. Bahkan wajah mami masih terlihat seperti kemarin meski perdebatan kemarin telah selesai, karena itu mami menyuruh papi yang bicara.
Papi : "Ning. Memang ini tidak sesuai yang diminta Mora waktu kemarin malam. Dia yang meminta untuk kau tetap di sini dengan gantinya dia yang pergi. Mami dan papi tidak mempermasalahkan Mora itu anak kami, Mora mau pergi kemana aja, kami tidak mempermasalahkan hal itu. Tapi, pastinya dia akan pulang. Iya, kan? Pasti Mora akan pulang, entah kapan, kami juga kurang tau. Jadi, kitorang sayang sama kalian berdua. Mora anak kami dan kau anak dari abangnya mami. Semua manusia pasti punya masa depan masing - masing, begitu juga kau dan juga Mora. Benar, kan?"
Nining : "Ia pi."
Papi : "Benar kata Mora. Kau itu memang pandai merawat orangtua, bahkan kami sangat terbantu sekali dan senang ada kau yang menemani kami di sini. Jadi, papi dan mami sangat, sangat berterima kasih dan meminta maaf sama mu ning pastinya kau sangat terkejut dengan ini, karena kami berdua sayang sama kalian, demi kebaikan kalian berdua. Kalau kami tetap pulangkan kau ke manado."
Deg. Nining terpikat pada ucapan papi, bahkan tidak berkedip sedikit pun.
Mami : "Mami berharap kau terima keputusan ini, Ning. Mami dan papi bukan memisahkan kalian berdua, kau memang pilihan terbaik untuk Mora. Tapi, ini semua kami lakukan untuk masa depan kalian. Bagaimana menurut ngana?"
Nining terkekeh. "Tidak apa - apa mi. Nining paham. Mami dan papi lah yang lebih mengerti semuanya. Tidak mungkin juga Mora tidak pulang selama Nining di sini. Kapan Nining bisa pulang?"
Mami : "Kau pulang naik kapal saja. Kau bisa pesan tiket di agen - agen yang jual tiket. Nanti mami yang ngantar ngana ke sana."
Nining : "Kalau aku minta temanin teman ku saja, gimana mi?"