More

Trippleju
Chapter #11

Utuh

Seluruh siswa kelas X sudah berkumpul di aula utama atas arahan Fathur, sang Ketua OSIS. Beberapa anggota OSIS dari kelas X yang sudah resmi dilantik, termasuk Yuno dan Dilla, juga ikut mengarahkan seluruh siswa untuk segera memasuki aula. Penertiban siswa memang tidak seketat masa pengenalan sekolah, tetapi arahan menggunakan timer memang cukup membuat siswa disiplin terhadap waktu.

“Mohon perhatiannya sebentar agar informasi yang akan disampaikan oleh ketua OSIS dapat dipahami dengan baik. Silakan,” ujar Redi, lelaki yang pernah menjadi ketua divisi K3 saat masa pengenalan sekolah.

Fathur maju menghadap seluruh siswa yang sudah duduk rapi atas arahan Redi. Lelaki itu tidak segera berbicara. Terlebih saat ia masih mendengar suara-suara seperti gumaman, berbisik, dan sebagainya. Lelaki bermata tajam itu hanya akan berbicara ketika seisi ruangan sudah benar-benar hening.

“Selamat sore semuanya,” sapa Fathur mengawali. “Mohon maaf sebelumnya karena jadwal pulang kalian harus saya ganggu sebentar. Sebelumnya, saya juga sudah mendapat izin dari pihak sekolah untuk mengadakan pertemuan ini. Baik, di sini saya izin menyampaikan sebuah informasi, yang mungkin sebagian dari teman-teman ada yang sudah tahu, bahwa setiap tahunnya sekolah ini rutin mengadakan agenda ‘Night Intimate’. Ini adalah sebuah agenda semacam ‘malam keakraban’ yang wajib diikuti oleh seluruh siswa, baik yang baru masuk maupun yang sudah lama,” tuturnya panjang lebar.

“Kita juga tahu, bahwa di setiap sekolah masih terdapat praktik senioritas terhadap para juniornya. Maka dari itu, tujuan diadakannya agenda ini yaitu sebagai bentuk dan upaya meminimalisasi adanya tindakan senioritas, agar seluruh siswa bisa bersama-sama meningkatkan hubungan kekeluargaan antar sesama. Oleh karenanya, untuk tahun ini, kami informasikan bahwa ‘Night Intimate’ akan dilaksanakan tiga hari mendatang. Untuk tempat, waktu, peraturan, dan hal-hal yang harus dipersiapkan akan disampaikan oleh panitia terkait. Silakan.”

Fathur kembali ke tempatnya yang kemudian dilanjutkan oleh seorang anggota OSIS lain yang berperan sebagai koordinator acara. Pemaparan sore itu berlangsung cukup lama, membuat para siswa yang seharusnya sudah menikmati perjalanan pulang, harus terlambat satu jam lebih lama.


“Di luar prediksi sih Night Intimate tiga hari dua malem,” komentar Lidya pada kedua sahabatnya. Siapa lagi jika bukan Zaara dan Cica.

“Padahal dulu Abang gue sehari doang,” timpal Cica.

“Ya kan tadi juga Kak Fathur udah imbau kalo Night Intimate tahun ini tuh emang agak beda konsepnya. Mungkin itu juga yang bikin acaranya lebih lama,” bela Zaara.

“Nggak! Maksud gue tuh kayak lu mau ngapain gitu di sana tiga hari dua malem? Jambore?” Lidya masih mengoceh tak terima.

“Nah, tuh kita tanya yang punya hajat aja,” tunjuk Cica pada Dilla yang melambaikan tangan pada ketiganya.


Dilla setengah berlari menuju Zaara, Cica, dan Lidya yang masih duduk di lorong sekolah. Bukan sebab menunggu Dilla keluar dari rapatnya, tepatnya Cica dan Lidya menemani Zaara menunggu kendaraan jemputannya datang. Mereka khawatir Zaara akan menangis untuk kedua kalinya karena tidak ada teman pulang. Tentu itu menjadi bahan ledekan yang empuk untuk Zaara.

“Eh, Dill, Night Intimate tiga hari banget, nih?” tanya Lidya to the point, sesaat sebelum Dilla mendudukkan bokongnya tepat di sebelah mereka.

Dilla menghembuskan nafasnya yang terdengar lelah. “Lo tadi gak denger Kak Fathur bilang apa?”

Pertanyaan balik dari Dilla itu membuat Lidya memijat pelipisnya beberapa kali. Ia hanya tidak habis pikir, bisa-bisanya kegiatan itu dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut.

“Mau ngapain, ege? Jambore? Persami? Itu kan bukan acara resmi dari sekolah, ‘kan?” sambung Lidya dengan nada masih tidak terima.

“Gini, Lidya. Sebenernya tadi anak-anak OSIS kelas X juga banyak yang keberatan, tapi ya namanya juga kakel. Jangankan gue, Yuno aja yang kenalan kakelnya banyak, usulnya gak didenger!” jelas Dilla menggebu-gebu.

“Pendapat adik kelas aja gak didenger, gimana mau ‘meminimalisasi senioritas’?” ujar Lidya penuh penekanan di akhir kalimat. “Menurut gue sih ini juga wujud senioritas!”

Melihat Lidya yang semakin memanas menyampaikan argumennya, Zaara mencoba menenangkan. Zaara mengerti kekesalan Lidya atas agenda yang akan dilaksanakan tiga hari mendatang itu. Ia tahu bahwa Lidya adalah orang yang tidak suka buang-buang waktu.

Menurut Lidya, agenda Night Intimate bisa dilaksanakan satu haru satu malam saja. Selain itu, ia juga kesal karena harus merelakan agenda mendaki gunung bersama komunitas di luar sekolahnya itu terlewatkan jika acara benar-benar dilaksanakan hingga tiga hari.

“Pokoknya gais, untuk saat ini, kita ikutin dulu aja maunya kakel, kalo emang nanti acaranya gak sesuai sama ekspektasi kita, kita bisa evaluasi.”

Saran dari Dilla itu diangguki Zaara dan Cica, sementara Lidya hanya menghembuskan nafasnya kasar. Menandakan bahwa dalam hatinya masih tidak terima.

“Ya udah lah! Gue mau pulang. Lo jadi bareng gue kan, Ca?” ujar Lidya memastikan.

Cica mengangguk. Lantas keduanya beranjak menuju parkiran motor setelah mengadukan kepalan tangannya pada kepalan tangan Zaara dan Dilla sebagai salam sebelum berpisah.

Lihat selengkapnya