Decak kagum para tamu berbaur dengan alunan violin yang mengalun merdu, ketika mereka menatap Anastasia Moreau memasuki aula besar Château Moreau. Dibalut gaun anggun berwarna champagne, ia melangkah anggun sambil menautkan tangannya pada lengan sang suami, Julian Moreau, yang mengenakan setelan jas hitam dan vest di dalamnya.
Selalu tampil memesona, pasangan suami itu berhasil menarik perhatian pada aristokrat dan sosialitas Paris. Bak pasangan fenomenal, kedatangan mereka berdua selalu menimbulkan bisik-bisik kagum pada setiap perjamuan eksklusif, seolah mereka adalah bintang utamanya.
Anastasia tak terlalu menyukai keramaian—sangat tidak suka. Namun ia harus berjalan seolah ini adalah bagian dalam hidupnya. Bersikap tenang, menjunjung tinggi semua nilai moral para bangsawan. Sangat melelahkan.
Sementara Julian Moreau, selalu tampil seperti biasanya. Gagah; tampan, gambaran sempurna pria bangsawan yang selalu bangga dengan Anastasia. Seluruh mata terlihat iri dengan cara Julian saat menatap Anastasia. Dalam; penuh cinta.
Setidaknya, itulah yang selalu ditunjukkan Julian di depan orang lain. Semua yang ada di dalam ruangan ini bahkan tidak pernah tahu bagaimana sosok Julian di balik topeng sempurnanya.
Sebagai nyonya muda Moreau, Anastasia bahkan tak pernah disentuh oleh pria itu sejak tiga tahun yang lalu—semenjak hari pernikahan mereka. Semua sikap manis dan penuh cinta, hanya terlihat saat acara penting yang melibatkan harga diri dan perang kekuasaan. Selebihnya, mereka hanya dua orang yang tinggal dan berbagi ranjang bersama.
“Aku mencintaimu, Ana, karena itu aku tak ingin menodai dirimu dengan sentuhan dan nafsuku.”
Jawaban Julian pada saat Anastasia mempermasalahkan hal itu di awal pernikahan mereka. Sungguh satu hal tak masuk akal yang memaksanya harus percaya. Mencintai adalah melindungi, dan itu yang sedang dilakukan oleh Julian padanya saat ini.
Entah melindungi dari apa. Sementara yang dirasakan oleh Anastasia adalah kekangan dalam sangkar emas.
“Nyonya Moreau, Anda selalu menawan seperti biasanya.” Pria tua dengan rambut keabu-abuan mengecup lembut punggung tangan Anastasia.
“Merci, Tuan Valois. Anda juga selalu ramah. Silakan menikmati jamuan.”
Pria tua itu mengangguk kecil, dan kembali pada perbincangan saham dan beberapa bualan tentang aset rahasianya di Swiss yang tidak pernah ada. Anastasia mengetahui hal itu dari perbincangan singkat Julian dan sekretarisnya beberapa bulan yang lalu.
“Ana, aku harus mengenalkanmu pada seseorang,” bisik Julian.
Anastasia terkesiap tatkala sebelah tangan Julian menyelinap di pinggangnya. Desiran menggelitik menyebar cepat, membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Tanpa menjawab, ia terus mengikuti langkah Julian, membawanya ke balkon.
Alunan violin perlahan semakin terdengar lirih, begitu juga riuh dari ‘ramah tamah’ yang saling memiliki maksud terselubung dari setiap senyum dan sapaan. Semua orang mengenakan topengnya dengan sempurna pada acara seperti ini—serupa dengan dirinya.
Pria berbadan jangkung, mengenakan setelan jas rapi menatap Anastasia dan Julian dari balkon. Mata biru cerahnya berhasil menyita perhatian Anastasia. Belum pernah ia melihat mata secerah itu.
“Anastasia, dia adalah Alexandre Durrand. Mulai saat ini, dia akan menjadi pengawalmu.” Julian mengenalkan sang pemilik mata indah itu pada istrinya.
“Selamat malam, Nyonya Moreau. Saya Alexandre Durrand, yang akan bertanggung jawab penuh untuk keselamatan Anda.” Alex menyapa dengan sikap hormat, memberi kesan mahal pada pertemuan pertama mereka.
Anastasia mengangguk samar, ragu sejenak sebelum kembali menatap Julian. “Kenapa aku harus memerlukan pengawal?”