Moreau's Secret

Lefayesme
Chapter #4

Chapter 4. Kecurigaan di Tengah Pesta

Empat tahun lalu, Alexandre melihat Anastasia untuk pertama kalinya di arena pacuan kuda. Terasa lucu ketika ia merasakan sebuah cinta pada pandangan pertama yang tak pernah diharapkan olehnya. 

Percayalah, hal semacam itu tidak pernah ada di kamus Alexandre. Cinta pada pandangan pertama? Huh! Baginya itu hanya ada di novel-novel picisan yang menggelitik realita. Namun… semuanya berubah sejak ia menatap Anastasia.

Seringkali Alexandre memperhatikan setiap hal yang dilakukan Anastasia, dan beberapa kali ia tampak datang meskipun bukan jadwalnya berlatih. Semua itu karena sel cinta yang mendominasi, membuatnya menjadi naif dalam memandang segala hal.

Termasuk menganggap bahwa suatu saat, ia akan memiliki kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya. Alih-alih menuju angan-angan tingginya itu, bahkan ia berakhir dengan tak memiliki kesempatan untuk memperkenalkan diri.

Semua kenangan itu tetap ia simpan, dan rasa cintanya tak pernah luruh, bahkan ketika mengetahui bahwa sang pujaannya telah dilamar oleh bangsawan Moreau.

Tak ada yang tidak mengenal bangsawan Moreau—terpandang; terkaya; terpelajar; seakan semua mata dan telinga tertuju pada tiap langkah dan helaan napas mereka. 

Sementara bagi Alexandre yang hanya putra tunggal keluarga borjuis, ia tak mungkin lagi bisa memimpikan seorang Anastasia. Strata mereka berbeda, dan kini ia menatapnya sebagai Nyonya yang harus ia lindungi, itu sudah lebih dari cukup.

Setidaknya, ia berhasil memperkenalkan namanya pada Anastasia—meskipun dengan situasi yang berbeda dari angannya.

Di sisi lain, Anastasia telah kembali pada kamarnya di kastil utama. Jamuan pertemuan klub sosial bukanlah satu hal yang ia sukai. Semua orang di sana terlihat palsu, topeng mereka terlalu tebal, lebih tebal dari yang biasa ia kenakan.

Ia tak pernah membayangkan kehidupan bangsawan membuatnya tercekik. Ia merindukan saat di mana ia tak perlu memikirkan gelar bangsawan keluarganya. Terkadang, ia bahkan memimpikan kabur ke pinggiran Paris hanya sekadar menikmati musik jalanan sambil menikmati kopi panas dan segigit croissant.

Impian Anastasia tak pernah muluk, mungkin karena ia terbiasa dengan hidup mewah. Meskipun ia sering merasa bahwa dunia gemerlap itu seakan tercipta bukan hanya untuknya.

Terlebih setelah Alexandre mengajaknya ke ballroom bawah tanah. Ah, belum-belum ia sudah merindukan rasa aprikot kering dengan letupan lembut pada champagne koleksi mereka.

Haruskah ia kabur dari perjamuan klub sosial dan kembali untuk berdansa di sana? Menatap mata biru Alexandre dalam dekapan lembutnya, mengalun seiring alunan musik klasik.

Tidak! 

Lihat selengkapnya