Ucapan Isabelle selama memang terdengar aneh, tapi bukan berarti Anastasia tidak pernah memikirkannya juga. Well ia pun selalu menaruh rasa curiga pada Julian—sangat. Namun ia tak pernah menyangka jika Isabelle juga merasakan hal yang sama.
Kecurigaan yang dimaksud adalah tentang hal-hal klasik—wanita lain. Tentu hanya itu yang bisa dipikirkan oleh Ana. Namun, ketika amplop misterius datang di cottage pribadinya, pandangannya langsung berubah.
Rasa cinta yang tak pernah ia rasakan, bukanlah diberikan pada wanita lain. Semua hal yang ia impikan bersama dengan Julian, nyatanya memang tak pernah ia dapatkan. Bukan karena Julian mencintai wanita lain, tapi karena Julian telah menaruh perasaannya untuk seorang pria.
Benar, pria.
Foto-foto Julian bersama dengan seorang pria—tampak mesra—dengan sengaja dialamatkan ke tempat pribadinya yang tak banyak orang tahu. Kenapa tak dialamatkan saja ke mansion mereka? Kenapa sang pengirim mengetahui tempat rahasianya?
Napas Anastasia sepenggal, terasa berat. Ia jelas menyadari jika Julian tidak pernah mencintainya, tapi membohonginya dengan perasaan dia yang ternyata mencintai seorang pria? Ia rasa itu cukup keterlaluan—tidak, itu sangat keterlaluan!
Selama pernikahannya, Anastasia merenungi apa kesalahan yang telah ia perbuat. Kenapa Julian seakan sangat membencinya, bahkan untuk menyentuhnya saja seakan hal yang sangat tabu baginya. Ia terus menyalahkan diri sendiri.
Jika saja Julian mengatakannya sejak awal, tentu Anastasia tak akan pernah merasa jijik pada dirinya sendiri. Tak akan pernah menganggap kurang dan rendah diri atas semua hal yang ada padanya. Dan tak akan pernah menerima sikap semena-mena dari suaminya itu.
Andai saja ia tahu lebih awal, ia tak akan pernah jatuh hati pada Julian. Ia tak akan mengemis cinta pria itu, dan tak akan berjuang sampai membuatnya menyerah, lalu membenci cinta karena tak menerima balasan yang setara.
Anastasia mengerjap. Tidak, ia tidak bisa terus begini. Hidupnya bukan sekadar halaman murahan dalam cerita Julian. Ia berharga. Dan ia pantas menulis alurnya sendiri.
Jika selama ini cinta dan statusnya hanya dijadikan permainan, maka inilah waktunya. Persetan dengan tabu yang selalu diiringi ketakutan. Ia akan membakar nama Moreau—demi memperjuangkan kebebasannya sendiri.
Langkah kecilnya memburu waktu. Pintu cottage didorong kasar—ia bahkan melupakan coat dan menerjang pekatnya dingin penghujung musim gugur. Pipinya merona hanya dalam beberapa detik. Beberapa pelayan mansion menoleh heran, beberapa bertanya sopan, tapi tak ada satu pun yang terdengar di telinga Anastasia. Hanya ada satu hal yang bergetar jelas di pikirannya, Alexandre.
“Dimana Alexandre?” Anastasia berhenti tepat di depan kepala pelayan. Ruangan tengah mansion terasa dingin—hampir tak tersentuh.
“Tuan Durrand ada di depan, Nyonya—”
Belum selesai kepala pelayan itu bicara, Anastasia kembali menjejak kasar pada karpet tebal mansion. Di tangannya terselip amplop berisi foto-foto Julian dan prianya.
Sementara itu, Alexandre yang sedang membersihkan mobil, menoleh cepat saat Anastasia menyeru namanya. Wajah wanita itu, terlihat pucat… dan terpukul.
“Nyonya Moreau, ada masalah?” Alexandre menatap cemas, tak sadar tangannya menyentuh lembut lengan Anastasia.