“Bisa kau jelaskan maksud dari ucapanmu itu?” Suara Anastasia terdengar lirih, sedikit takut untuk menyuarakan rasa penasarannya.
“Aku pertama kali melihatmu di pacuan kuda, empat tahun yang lalu.” Alexandre tersenyum tipis, seolah mengingat momen itu. “Kau selalu mengelus kepala kuda putih itu sebelum menungganginya, seolah kau sedang bicara dengannya.”
Anastasia terdiam sejenak, lalu tersenyum samar. “Aku meminta izin padanya.” Detik selanjutnya ia kembali menatap dalam pada Alexandre. “Kau ada di sana?”
“Kau alasanku untuk pergi kesana.”
“Alex… a-aku—”
“Jangan dipikirkan, Ana. Bukan salahmu jika kau tidak mengenaliku.” Alexandre tersenyum, sorot birunya menyipit lembut. “Hal yang lebih penting adalah masalah suamimu. Apa yang akan kau lakukan?”
Anastasia tak segera menjawab. Sejujurnya, ia pun tak tahu harus bersikap seperti apa—kecuali kabur. Well… jika boleh jujur, tak sepenuhnya ia tidak tahu dengan apa yang harus ia lakukan. Banyak rencana gila yang akan mendobrak moral wanita bangsawan ketika ia melakukannya.
Sebagai seorang istri, ia wajib menjaga kehormatan sang suami. Seburuk dan segila apa pun yang tengah dilakukan Julian Moreau, ia harus menutupinya dengan senyuman dan menganggap bahwa seolah skandal itu tak pernah ada.
Terlebih lagi, media akan dengan cepat menyorot keluarga Moreau jika foto-foto Julian tersebar. Sang pengirim pasti percaya dan tahu betul bahwa Anastasia tak memiliki keberanian dan tidak akan pernah mengungkap hal itu di kalangan luas.
Sang pengirim hanya menginginkan Anastasia perlahan tenggelam dalam pekatnya rasa sakit.
Oh, gosh… Jika hal itu dilakukan setidaknya setahun yang lalu, pasti Anastasia akan benar-benar tenggelam dan karam. Namun, kali ini ia telah bertransformasi menjadi seorang wanita yang mampu mendobrak tatanan aristokrat untuk menegakkan keadilan.
Hanya saja… ia belum memiliki jalan untuk menciptakan bara agar menciptakan api yang berkobar.
Tak ada lagi rasa cinta atau patah hati, melainkan rasa kecewa dan amarah karena Julian jelas-jelas telah menjebak dan menipunya dari awal.
“Apakah keterlaluan jika aku mengungkapnya?” Anastasia terlihat serius, meski di balik nadanya yang lirih.
“Tidak, tapi kau harus menemukan bukti yang kuat tentang itu, Ana.” Alexandre kembali mengambil selembar foto yang berserak di atas meja. “Foto-foto ini, tentu saja adalah bukti yang kuat. Tapi, siapa yang mengirimnya adalah satu hal yang harus kau cari tahu dulu sebelum mengungkap semuanya. Kekuatan keluarga Moreau sangat kuat. Ucapan dan bukti seperti ini bisa dibungkam mereka hanya dalam satu malam.”
Ya, Alexandre benar. Anastasia tidak boleh bertindak gegabah meskipun ia telah siap untuk menyalakan perang. “Lalu, apa yang harus aku lakukan, Alex? Aku hanya ingin mendapatkan hakku untuk hidup dalam cinta dan bahagia.”
“Calm down… Ketika kau ingin menangkap penjahat, satu hal yang harus kau lakukan adalah pura-pura bodoh, Ana. Bergeraklah dalam diam, secara perlahan. Jangan tunjukkan emosimu, dan bersikaplah biasa saja. Dengan begitu, orang yang mengirim foto itu pasti akan kembali bertindak.”
Anastasia tertunduk sejenak, memperhatikan lembaran foto itu dengan tatapan nanar. “Kau yakin tentang hal itu?”