Elena keluar dari ruangan sedangkan David dan Nasya masih berada di dalam ruangan interview.
“Lo denger kan tadi Nas?” tanya David.
“Denger pake banget, jadi gimana? Dia?”
“Gue agak gak percaya dia gak pernah kerja sebelumnya, okelah kalau dia lulusan harvard tapi cara dia… ”
“Nyelesain masalah dan cara pandang?”
“Iya, gue agak aneh sih.”
“Yaudah, ini interview udah selesai gue balik kerja terserah lo mau terima siapa.”
“Thank you, Nas.”
Nasya hanya tersenyum dan keluar dari ruang interview dan David terdiam. Tak lama dia juga ikut keluar, dia tidak sengaja melihat Luke dan Jenni yang sudah kembali dari meeting di luar.
“Hai Dave!” sapa Jenni.
“Jen, keluar dulu.”
Jenni keluar dari lift dan dia masuk ke dalam lift. Luke yang melihat wajah David yang tidak bersahabat. “Kenapa gak ada kandidat yang bagus? Bukannya Pak Lukman ngasih kandidat?”
“Too good to be true, nih,” David memberikan resume milik Elena.
“Harvard? Belum pernah kerja? Lo yakin?”
“Dia ngasih gue jawaban yang gila El. Bahkan waktu gue nanya gimana kalau lo kena skandal lo tahu dia bilang apa?”
“Apaan? Paling tim humas tim legal kan?”
“Itu iya, tapi dia bilang dia juga bakal manggil tim keamanan, karena dia yakin privasi dan keamanan lo juga akan terganggu.”
“Wow. pemikirannya bagus. Udah terima aja. Gue setuju.”
“Hei, lo serius?”
“Serius, beneran, dia berani nantangin gue suka.”
“Yaudah gue bilang dia buat senin besok masuk ya?”
Pintu lift terbuka belum sempat menjawab Luke teralihkan oleh ponselnya yang bergetar. Dia menunjukkannya pada David. “Ngapain itu orang?”
“Gak tahu,” jawab Luke singkat.
“Ya Jer kenapa?” tanya Luke.
“El gue titip anak-anak cafe, gue mau ke Inggris besok. Bye.”
“Ehh, Jer, Jer... ” belum sempat menjawab apa-apa Jerry sudah mematikan panggilannya.
“Kenapa?”
Luke hanya menggelengkan kepalanya. “Vid, lo buruan bilang dia untuk kerja ya, gue takut kayanya gue mesti pergi besok.”
“Udah gila ya lo?”
“Vid, udah deh cepetan.”
“Fine.”
-