Morning Coffee

Ang.Rose
Chapter #11

Happy?

Elena masih berkutat dengan pekerjaannya di ruangan CEO. Baru kali ini benar-benar baru kali ini dia bekerja tapi bahkan pimpinan perusahaan ini tidak bisa bekerja walau sedang berada di kejauhan.

“Hai Lena,” sapa Jenni.

“Oh hai, masuk Jen.”

“Kenapa gak ditutup pintunya?”

“Eh gak papa gak enak juga bukan ruangan gue.”

“Tenang aja lagi pula, ini ruangan selalu kosong 80%, El sama David mereka berdua kaya orang pacaran.”

“Gay?”

“Enggak, enggak, mereka berdua udah sahabatan dari lama.”

“Oh ya, jadi penasaran sama mereka. Apalagi sistem disini gue gak paham sih, gue baru kali ini ketemu yang kaya gini.”

“Terlalu santai?”

“Iya, itu dia.”

“Oke, lo mau tahu tentang mereka?”

“Kalau emang boleh.”

“Boleh, mumpung udah jam makan siang. Mau makan apa?”

“Mm, tahu restoran dibawah Manny’s?”

“Wow tahu Manny’s? Tapi gak bisa minum wine, sedih juga.”

“Udahlah masih jam segini juga, lo suka wine Jen?” tanya Elena.

“Udah tahu mau pesen apa kak?” tanya waiters.

“Steak medium rare, 2, thank you,” ucap Elena.

 “Oh mba Elena, mau saya panggilkan mba Shinta?”

Elena menatap waiters itu terkejut dia baru ingat posisinya dulu membawanya kepada banyak relasi dan keuntungan untuk melakukan apapun.

“Eh gak usah mba, mba Shinta pasti sibuk, gak usah bilang saya disini ya.”

“Oh oke baik mba. Mau wine apa?”

“Gak wine, sparkling water aja,” ucap Jenni.

“Baik, ditunggu.”

“Lo kenal sama yang punya restoran?” tanya Jenni.

“Hmm, kenalan mungkin? I have lived before this.

“Oke, I can take that.”

So, jadi mau cerita gak?”

Jenni tersenyum, dia paling menyukai hal ini bercerita tentang kedua bosnya yang cukup absurd.

“Gue masuk ke kantor ini 4 tahun lalu, dan El sama David juga baru masuk disini. CEO yang lama bapaknya El nyuruh kita bertiga buat ngerjain satu projek. Bazaar MY Mall. Waktu itu gue juga belum kenal sama mereka, belum tahu juga.”

“Bazaar 4 tahun lalu, itu bukannya jadi bazaar terbesar se-Indonesia ya? Sebuah Mall yang bisa bikin acara sebesar Jakarta Fair?”

“Iyaps, hampir sebesar Jakarta Fair. El sama David kalau kerja mereka kaya gak pernah ngomong, gue berpikir karena mereka memang belum saling kenal, gue pun juga jarang ngobrol sampai akhirnya.... ”

“Ini makanannya silahkan,” waiter itu kembali datang sambil memberikan pesanan mereka.

“Makasih mba,” jawab Elena.

“Gue lanjut ya, sampai akhirnya waktu itu idenya David di tolak sama CEO kita. Tapi ternyata El ngebelain dan ngejelasin maksud dan tujuannya David satu persatu, padahal selama mulai sampe kita harus preview ke CEO mereka berdua gak pernah ngomong.”

Lihat selengkapnya