“Hai, welcome to Coffee Buy,” sapa Luke. Seakan kalimat itu sudah menyatu dengannya. Kalimat yang diucapkan setiap pagi begitu bel pintu berdering.
“Loh Ben udah kerja lagi, gue pikir hari ini lo libur,” ucap Elena.
“Gak, berkat lo lukanya biasa aja jadi kaki gue aman hari ini, biasa?” Tanya Luke.
“Iya biasa. Tapi kan tetap aja, lukanya kemarin lumayan loh. Udah lo ganti plesternya?”
“Udah kok tenang, Jul, pesenannya Elena biasa.”
“Oke, hai El,” sapa Julian.
“Hai, ntar malem gak usah jemput gue, gue kesini sendiri aja.”
“Oke. Nih kopi lo ya El, selamat kerja.”
“Thank you Jul. Sampai ketemu nanti malem Coffee Buy.”
Luke terdiam, dia menatap Julian dengan tatapan penuh dengan curiga. Julian menyadari bahwa ada yang memperhatikan dirinya, dia menatap Luke.
“Kenapa? Ngomong aja gak usah di pendem,” ucap Julian.
“Sejak kapan lo suka jemput Elena di MY Mall?”
“Sejak dia pertama kali kerja kenapa?”
“Lo suka sama dia?” Tanya Luke.
“Ada masalah kah ketika gue suka sama dia?”
“Lo beneran suka sama dia?” Tanya Luke kembali dia sama sekali tidak menyangka hal itu.
“Kenapa sih lo Ben? Kalo iya kenapa, kalau enggak kenapa?”
“Gak papa cuma nanya aja.”
Tring~!
“Welcome to Coffee Buy, silahkan pesanannya,” ucap Luke.
Perempuan bertubuh tinggi, rambut panjang dan berkacamata besar, dia melihat papan menu begitu lama, dan begitu seksama seakan menimbang alasan hidup.
Dia masih terus melihat dan tidak juga menentukan pilihan.
“Halo, kak, mau pesen apa?” Tanya Luke.
“Mm, bingung saya mau kopi, tapi gak mau pahit, tapi gak mau manis juga, tapi saya butuh kafein untuk bangun.”
Luke menghela nafasnya perlahan. “Kak mau latte? Nanti kita bisa kurangi gulanya kalau kakak mau.”
“Gak mau, latte lebih berasa susu daripada kopi.”
“Oke, mau americano? Kita bisa tambah es krim supaya manis?”
“Nggak mau kak.”
Luke memutar badan-nya, dia ingin berteriak namun dia tahan karena dia sedang menghadapi pelanggan dan dia harus sabar untuk itu.
“Mm, kak mau coba menu spesial kita? Ada caramel kopi raf, atau caramel macchiato?”
Perempuan itu menggelengkan kepalanya. “Enggak deh, green tea latte aja deh. Less sugar, makasih.”
“Jul! Green tea latte less sugar!” Seakan mendapatkan kesempatan untuk berteriak.
“Astaga gue disini Ben, gak usah teriak.”
“Ah, sorry gue pikir lo gak disini, ini kak kartunya, ditunggu di konter pick up ya kak, terima kasih.”
10 hari dia berada di cafe ini dia seakan mendapatkan banyak hal. Dia bisa melihat bagaimana orang bisa sangat menyebalkan tapi bisa juga sangat membantu.
Pelanggan selalu aneh-aneh terkadang bisa dapat pelanggan yang sangat menyebalkan seperti itu, tapi terkadang juga mendapat pelanggan semudah Elena.
Pelanggan yang sudah tahu mau memesan apa, dan itu sangat memudahkannya.
Seperti Elena, bicara tentang Elena dia sama sekali tidak pernah menyangkah bahwa, perempuan yang di maksud David, adalah dia.
Orang yang menjadi sekretarisnya. Anak itu termasuk unik, membingungkan dan mempesona di waktu yang bersamaan.
Elena, Luke tidak pernah memikirkan perempuan sebelumnya, setidaknya tidak seperti ini, setiap pagi dia memulai hari di Coffee Buy yang dipikirkan adalah kapan dia bisa melihat Elena lagi.
Melihat Elena setiap pagi bagi semangat baru baginya dan baru kali ini dia ingin cepat pergi kembali bekerja di kantornya supaya melihat Elena.
Luke jarang bertemu dengan orang seperti itu.
Orang yang bisa membuatmu tersenyum tanpa diminta, orang yang bisa membuatmu ingin cepat berganti agar dapat bertemu lagi. Tidak semua orang bisa membuatmu merasa seperti itu.
“Ben, ngapain bengong?” Ucap Grishey.
“Nggak papa, eh Gris, udah dapet kabar dari Jerry?”
“Kayaknya ya, harusnya gue yang nanya lo. Mana mau dia jawab telfon gue.”
“Gue takutnya dia belum kelar urusannya. Terakhir yang gue denger, kalau dia sampai di Inggris tepat waktu dia bisa ketemu sama orang itu.”
Grishey terdiam, dia sebenarnya penasaran dengan orang yang di maksud. 3 tahun lalu, dia bertemu dengan Jerry tidak sengaja.
Jerry seakan pergi mengelilingi dunia hanya untuk mencari seseorang.
“Kenapa?” Ucap Luke yang melihat Grishey seakan larut dengan pikirannya sendiri.
“Ben lo sebenernya tahu kan dia nyari siapa?”