Elena keluar dari gedung MY Mall, hari ini dia sudah tahu bahwa Julian tidak akan menjemputnya, karena hari ini ulang tahun Pamungkas.
Elena dengan santai berjalan menuju Coffee Buy. Di balik keindahan pertemanan barunya, ada hal yang di takutkan oleh Elena.
Jenni sudah memastikan, bahwa orang itu telah kembali, orang yang menghantui hidupnya 4 tahun kebelakang. Alasannya menjadi orang berada di apartemennya selama 2 tahun.
Hal-hal yang awalnya di pikir Elena merupakan love language, ternyata merupakan perlakuan yang tidak sehat.
Dia bukan menjaganya dari orang jahat, atau orang yang ingin mengambil keuntungan darinya. Tapi dia memang ingin menguasai Elena untuk dirinya sendiri.
Dia tidak takut untuk melukai semua orang terdekatnya hanya untuk membuat Elena tetap berada di sampingnya.
Sikap manipulatif yang mampu membuat Elena terdiam sampai dia merasa bahwa ini semua salahnya.
Until one day, dia menyadari bahwa ini semua tidak bisa lagi dilanjutkan, dan ketika dia mengambil keputusan itu, sesuatu yang dia takutkan justru terjadi.
Namun hari ini, dia tidak bisa khawatir tentang itu, teman-temannya butuh dirinya supaya tidak merusak suasana.
Elena tahu menutupi perasaannya dan menganggap semuanya baik-baik saja itu tidak baik, itu merusak dirimu perlahan-lahan, tapi dia memilih untuk melakukan itu. Apalagi dia terlatih melakukan itu.
Baginya, hidup itu pilihan, dan pilihan ini yang dia pilih walau dia tahu itu tidak sehat. Tapi di dalam hatinya dia tahu, itu tidak seharusnya dia lakukan, tidak seharusnya dia teruskan.
Dia membutuhkan seseorang, seseorang untuk memberi tahunya ini semua harus selesai, dia harus meninggalkan kebiasaan itu.
Elena mencoba tersenyum, mengganti ekspresinya karena dia sudah hampir dekat dengan Coffee Buy.
“Halo,” sapa Elena sambil membuka pintu.
Luke menatap Elena sambil tersenyum. “Elena udah dateng guys,” ucapnya.
“Hai! Happy birthday Pam, ini buat lo,” ucap Elena sambil memberikan paper bag padanya.
“Wow, serius lo? Apaan nih?” tanyanya.
“Santai, gak mahal kok.”
Mereka semua bercengkrama sambil makan, tidak lupa prosesi di setiap acara ulang tahun yakni tiup lilin. Semua mulai dengan acara sendiri-sendiri.
Elena pergi ke dekat kulkas sambil mengambil air putih, Julian mendekat dari belakang. “Hai Jul,” sapa Elena.
“El, thank you, udah mau dateng, pada seneng banget mereka. Lumayan ada lo ada Ben jadi gak sepi banget,” ucapnya.
“Kalian biasa ya ngadain acara kaya gini?”
Julian mengangguk. “Ini udah kaya acara tahunan sih, Jerry selalu buat acara kaya gini makanya kita nerusin aja. Biasanya walau dia pergi-pergi, dia pasti pulang di hari ulang tahun anak-anak, apalagi Gris.”
“Yang ketemu Jerry pertama kali siapa? Lo atau Gris?”
“Gue, baru Gris, baru Pam sama Rein.”
“Hmm, tapi kayak-nya dari yang gue perhatiin, Jerry lebih deket sama Gris ya?”
“Mereka berdua kaya tinggal nunggu resminya aja. Paham kan?”
Elena mengangguk. “Ah, paham gue.”
“Jul! Sini!” teriak Pamungkas.
“Sana gih,” ucap Elena.
Julian pergi kembali ke meja. Pamungkas dan Rein mengajaknya berfoto begitu pula dengan Gris. Bagi Gris setidaknya hanya ini yang bisa dia lakukan untuk membuatnya senang dan melupakan sejenak tentang Jerry.
Elena melihat kebersamaan mereka berempat dari jauh dan hal ini yang terkadang mengingatkan dirinya dengan masa lalu.