Tring~!
“Welcome to Coffee Buy!” sapa Luke sambil melihat ke pintu siapa yang datang, namun betapa terkejutnya dia ketika melihat siapa yang datang.
“Jenni,” ucapnya.
“Kita perlu ngomong sebentar aja,” jawab Jenni.
Luke mengangguk dia melepaskan celemeknya dan keluar dari konter. “Pam bentar ya.”
“Oke. Santai aja.”
“Ayo Jen kesana.”
Jenni dan Luke duduk di ujung ruangan posisi yang agak tersembunyi. “Elena telpon gue tadi,” ucap Luke.
“Masalahnya udah beres, Elena berhasil yakinin Letysia, asal kita ganti seluruh staf jadi perempuan khusus untuk dia.”
Luke mengerutkan keningnya, dia kebingungan kenapa memangnya dan ada apa. “Kenapa sampai begitu?”
“El gue kesini bukan buat ngomong soal itu. Ini soal Bu Naira.”
“Nyokap gue kenapa?”
“Lo sama David janji jemput dia di bandara kan?”
“Mati gue! Gue lupa Jenn, terus dia gimana nelpon lo ya? Ngamuk gak dia?”
“Bu Naira dateng ke kantor. Dia gak bisa hubungin lo sama David. Gue saranin lo mendingan pulang deh.”
“Tapi kerjaan gue disini Jen.”
“El! Lety mutusin kontrak gara-gara kita yang dateng nemuin dia, dan lo tahu Lety itu pacar Sean, lo ngerti maksud gue gak sih?”
Degh~!
Luke menyadari sesuatu, ya sebagai sesama anak konglomerat mereka sama-sama saling tahu keburukan masing-masing.
Sean adalah anak yang paling banyak membuat masalah, dari sering menyetir sambil mabuk atau pun melukai pacarnya. Tapi hanya saja, belakangan kabar itu tidak pernah terdengar, sampai 2 tahun lalu.
2 tahun lalu Sean dikabarkan melanjutkan kuliah masternya di luar negeri, dan sekarang dia sudah kembali, entah mereka berdua kenal dimana tapi jika memang benar Letysia dan Sean berpacaran.
“Then she’s hurt because of me?” tanya Luke.
“And that’s why Lena wants me to change all the staff.”
Luke terdiam, sedangkan Jenni minum air yang ada di depannya. “Tapi masalahnya bukan itu,” ucap Jenni.
“Terus apa?”
“I think Lena and Sean, were together.”
“Maksud lo mereka mantan?”
“Gue gak tahu gimananya, pokoknya, lo mending pulang hari ini. Gue juga udah bilang Lena buat pulang hari ini karena semua udah selesai tanda tangan kontrak.”
“Oke, gue usahain gue pulang hari ini.”
“Gue balik kalau gitu.”
Jenni pergi dari cafe dan Luke tetap berada di kursinya sambil berpikir. Seakan sudah memutuskan dia kembali ke konter. “Pam, gue ijin ya sorry mendadak, gue mesti balik ke rumah, nyokap gue balik gue lupa jemput dia di bandara.”
“Oh oke, oke, balik aja gak papa.”
-