Morning Coffee

Ang.Rose
Chapter #27

Chapter 27 : On your mark

Flashback.

“Kak gue mau nanya boleh gak?” tanya Luke sambil menyetir.

Alex yang sedang fokus memainkan ponselnya sampai terdiam, dia mematikan ponselnya lalu melihat adiknya yang sedang menyetir. Jarang-jarang dia melihat Luke yang selalu bersikap tahu segalanya dan dewasa merendahkan hati dan bertanya.

“Kamu? Mau nanya sama kakak?”

“Ih gue serius kak, tapi ini lebih ke pertanyaan medis sih. Kakak bukan psikolog tapi bisalah ya ngasih pendapat.”

“Tunggu bentar,” ucap Alex. Dia menarik nafas dan mempersiapkan diri, jika adiknya tiba-tiba bilang bahwa dia sedang depresi atau mengalami masalah lainnya.

“Lo gak papa kan El? Kalau lo ada apa-apa harusnya lo ngomong dari awal sama gue,” ucap Alex.

“Eh, udah gila lo ya? Gue gak suicidal kak, astaga.”

“Lah terus?”

“Gue punya temen, ini beneran temen ya, bukan ngarang-ngarang, bukan masalah gue tapi gue bilang ini temen gue, asli beneran ini temen gue,” Luke mencoba memberi batasan disana, dia takut kakaknya salah paham setelah dia mengatakannya nanti.

“Oke, berarti bukan Jerry atau David?”

“Bukan, kalau mereka ada masalah mereka pasti pergi sendiri ke lo gak perlu lewat gue.”

“Iya juga sih.”

“Jadi gini, temen gue itu cewek. Waktu itu gue minum di apartemennya dia, gara-gara dia keluar dari kantornya sambil nangis, long-story-short, kita ke apartemennya, kita minum dan dia ‘nyerang’ gue,” ucap Luke sambil memberikan tanda kutip dengan sebelah tangannya.

“Enak banget lo, di serang cewek, cantik gak?”

“Kak!” ucap Luke kesal.

“Oke, oke lanjut.”

“Tapi ada yang aneh sama dia. Kejadiannya itu di sofa, pas gue mau ngangkat dia ke kasur, baru tangan gue nyelip ke punggungnya dia tiba-tiba berubah drastis, gue gak ngerti dia masih mabuk apa gak. Tapi dia… ”

Luke terdiam sebentar, seakan mencoba memutar memorinya hari itu. Lampu hijau berubah merah, dia mengganti persneling ke Netral dan menarik rem tangan.

“Dia tiba-tiba nangis, dan bilang maaf, dia janji gak akan nakal lagi, jangan sakitin aku, something like that, dan dia bilang gitu gak cuma sekali berulang kali sambil nangis.”

Alex memejamkan matanya, dia paham dengan kondisi itu, dia tahu memang psikolog, dia tidak paham dengan bahasa apa yang harus dikatakan, tapi dari cerita singkat itu dia bisa paham.

Perempuan yang diceritakan Luke, dia memiliki trauma besar yang belum bisa hilang dan dia masih terbayang walau hanya sekilas, dan bahkan dia terbawa ke masa itu ketika dia tidak bisa menahannya.

“Satu pertanyaan gue ke lo El.”

“Apa kak?”

“Lo suka sama cewek itu atau enggak?” tanya Alex.

Luke terdiam, dia tidak bisa menjawab, dia tahu dia tertarik dengan Elena, tapi jika yang di maksud Alex adalah menyukainya lebih dari itu, dia sepertinya harus berpikir ulang.

“Kalau lo diem, gue cuma bisa bilang, lo butuh banyak effort buat dia. Lo harus siap kalau tiba-tiba dia memilih pergi atau menghilang.”

“Maksud lo kak?”

“Gue gak tahu ya karakter dia yang sebenernya gimana, tapi gue mungkin bisa bilang dia akan memilih sendiri daripada mengecewakan atau menyusahkan orang lain. Did she have friends?

Beside Coffee Buy crew, kayaknya sih enggak.”

“Itu maksud gue. El, dia terlalu banyak terluka dan dia menyimpan lukanya sendirian, lo gak akan tahu kapan dia bakal tiba-tiba hilang atau tiba-tiba dia begitu lagi.”

Luke mengerem begitu mereka sampai di depan rumah mereka. “Jadi menurut lo dia kenapa?”

“Gue gak tahu ya, mungkin omongan gue bisa salah bisa juga enggak, tapi dia punya trauma yang cukup besar kemungkinan itu dari hubungannya yang lalu, yang mungkin aja belum lama berakhir. Dan kemungkinan selama menjalani hubungan dia banyak ‘tersiksa’,” ucap Alex sambil mengutip kata tersiksa.

“Lo paham kan maksud gue?” tanya Alex.

“Gue ngerti,” ucap Luke.

Mereka berdua keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu rumah tapi sebelum mereka masuk, Luke menarik lagi kakaknya dan menjauh dari pintu rumah.

“Apaan lagi astaga,” ucap Alex.

“Kak, cewek yang gue ceritain itu mantannya Sean Laksa Putra.”

WHAT!!” Alex tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Dia kenal betul siapa Sean karena mereka dulu pernah satu sekolah dan dia tahu betul bagaimana bajingan itu jika berpacaran.

“Astaga El! Terus itu cewek siapa? Mantannya yang mana?”

“Elena Mary Gancika,” ucap Luke.

“Gancika? Elena, dia yang punya Elcika Fashion kan?”

“I don’t know!”

“El, gue tanya sekali lagi, lo mau berurusan sama Sean? Keluarga Laksa?”

“Keluarga kita juga cukup gede kan? Kenapa harus takut?”

“Eh! Gue cuma dokter, kita cuma punya 3 mall. Lo pikir bisa ngalahin keluarga dia yang ekspansinya udah se-Asean? Realistis dikit lah.”

“Gue gak akan cari ribut kalau dia gak cari ribut duluan sama gue.”

“Udah, udah gue gak mau mikir, kalau keluarga Gancika yang ribut sama mereka gue gak masalah karena keluarga mereka jauh lebih kuat, oh atau gak, lo jadian aja sama dia El.”

“Lo bilang tadi gue mesti lebih banyak effort sekarang lo nyuruh gue jadian sama dia gimana sih kak?”

“Intinya lo hati-hati, dan kalau mau ngelawan dia, lo harus punya rencana yang bener.”

-

Alex Apartment.

Ting Tong!

Bel berulang kali berbunyi membuat Alex yang masih tidur terbangun. Dia tahu hanya ada satu orang yang berani mengulang bel seperti itu, tidak lain dan tidak bukan adalah adiknya.

“El ini waktu gue tidur, gue abis shift 24 jam,” ucapnya sambil membuka pintu apartemen.

Namun betapa terkejutnya dia melihat Luke adiknya sedang menggendong perempuan yang sudah tidak sadarkan diri dan pucat pasi.

Lihat selengkapnya