Morning Coffee

Ang.Rose
Chapter #29

Chapter 29 : Open your eyes

Seminyak, Bali.

Abigail membuka kulkas mencari air dingin, hari ini walau sudah sore, Bali terasa panas, atau mungkin karena dia baru pulang dari Jepang selama lebih dari setahun berada di sana.

Ting tong!

Suara bel itu mengalihkan perhatian dari segarnya air dingin. “Ada orang Mey? Kita ada meeting dadakan?” tanya Abigail.

“Seinget gue enggak Bi, bentar gue liat dulu ke depan ya.”

Abigail ada Meyli merupakan rekan bisnis mereka berteman sejak kuliah tapi Meyli tidak pernah mengenal Elena secara langsung.

Namun begitu Meyli membuka pintu Villa dia terkejut melihat orang yang ada di sana.

Dia tahu Elena, dia tahu bagaimana hubungan Abigail dengan Elena, sejak kapan mereka berteman dan kenapa Elena menjauh dari Abigail.

Dan bagaimana Abigail masih mencari tahu bagaimana kabar sahabatnya ini melalui orang lain.

“Hai, Mey kan ya? Abi ada?”

“Abi!!!” teriak Meyli dari depan pintu.

“Apaan sih Mey gak usah teriak… ” ucap Abigail namun dia terkejut begitu melihat siapa yang ada di depan.

Dia tahu sahabatnya itu akan datang tapi dia tidak tahu akan secepat ini. Dia tidak percaya bahwa dalam 2 hari mereka bertemu.

“El… ”

Elena tersenyum melihat Abigail yang masih seperti yang dulu. Namun lama-lama dia menunduk dan menangis. Abigail mendekat dan memeluk sahabatnya.

“It’s okay,, it’s okay, you’re here now,” ucapnya sambil mengelus kepala Elena.

“He found me Bi, he found me,” ucap Elena.

Abigail yang awalnya tidak ingin menangis kini dia pun menangis, jantungnya terasa seperti diremas dan hatinya begitu sakit melihat sahabatnya ketakutan.

Dia bisa membayangkan bagaimana dia begitu cemas ketika berada di pesawat ataupun perjalanan ke villa ini.

Persahabatan mereka hancur karena Sean, hidup Elena hancur karena dia juga, dan kali ini setelah 2 tahun sahabatnya berusaha untuk bangkit dihancurkan kembali olehnya.

“Just be here, as long as you need.”

“Masuk dulu yuk,” ucap Meyli.

Abigail membawa Elena masuk ke dalam Villa, dia masih terus memeluk Abigail sambil berjalan ke dalam. Abigail berhasil menenangkan Elena sebentar dan dia akhirnya tertidur di kamar.

“Mey sorry,” ucap Abigail.

Meyli menggelengkan kepalanya. “Gak usah begitu, gue juga tahu kan dia kenapa, gue justru bersyukur kalian akhirnya bisa ketemu lagi.”

“Hmm, gue memang berharap bisa ketemu lagi, tapi gak kaya gini.”

“Bi, keluarga Gancika waktu itu berhasil misahin mereka, gimana caranya?”

Abigail menggelengkan kepalanya. “Gue nyoba nanya sama Estra adiknya El tapi dia juga gak tahu, apa yang dilakukan bokapnya waktu itu. Tapi dia berhasil buat Sean keluar negeri 2 tahun.”

“Lo gak bilang aja sama keluarga dia kalau itu orang udah balik lagi.”

“Gue rasa juga orang tua El pasti udah tahu kalau Sean udah balik.”

“Hmm, yaudah gue percaya lo tahu yang terbaik buat dia, gue balik ya, besok kita lanjut.”

“Hmm, thank you ya Mey.”

“Sama-sama.”

-

3 Hari kemudian, Jakarta

Ting tong!

David sudah berada di depan pintu apartemen itu sejak 15 menit yang lalu, tapi penghuni di dalamnya tidak sudi membuka pintu sedangkan Luke tidak suka orang masuk tanpa seijinnya.

“Dia masih gak mau buka pintu?” ucap sebuah suara dari belakangnya.

David menoleh, terpancar wajah bersyukur. “Kak!” teriaknya.

“Udah berapa hari dia gak keluar?” tanya Alex.

“Udah mau 3 hari Lex. Gimana ini?”

Alex mengambil dompetnya lalu mengambil kartu akses dan membuka pintu apartemen itu. Botol bir, wine, dan liquor ada dimana-mana, Alex membuka kamar dan melihat ke kamar mandi, benar saja Luke ada di bathup sedang tertidur.

“Dave!!” teriak Alex.

“Ya kak,” ucapnya sambil menuju ke sumber suara itu. “Jesus Christ!” ucapnya ketika melihat Luke yang tertidur di bath up.

“Angkat gih kuat gak lo?”

“Mudah-mudahan, bantu dah kak.”

David dan Alex mengangkat Luke yang masih tertidur karena mabuk, Alex mengganti pakaian Luke sedangkan David merapikan apartemen itu.

Selesai dia mencuci piring David membuka kulkas mengambil air, tapi dia refleks melihat di pintu kulkas ada sebuah kertas yang ditempel menggunakan tempelan magnet.

David mengambil kertas itu dan membacanya dengan cepat. “Shiit!”

Dia langsung berlari ke kamar dan menghampiri Alex. “Lex! Ternyata, sekretaris yang gue hire itu Gancika?”

“Udah tahu. Lagi lo Dave, lo gak tau ada apa dari kemaren? Kenapa si El jadi kaya gini atau si sekretaris itu kenapa?”

“Jenni berantem sama El jadi sekarang dia lagi dalam masa ngediem gue, gue telfon gak diangkat gue samperin ke rumahnya, nyokapnya bilang dia gak mau ketemu gue.”

“Udah gue bilang dari awal ke dia. Dia harus tahu dulu apa bedanya dia sama Sean. Kalau kaya gini dia cuma bikin orang-orang di sekitarnya makin tersiksa. Jerry gimana? Udah sampe?”

“Siang ini kayaknya. Kak… ”

Alex menceritakan apa yang terjadi, sebanyak yang dia tahu dan akhirnya disanalah David mengerti apa yang terjadi dan kenapa hasil wawancaranya dengan Elena sangat mengagumkan.

Sebagai teman yang sudah menemani Luke dimasa sulit, dia tahu Luke menyukai Elena.

Dan apa yang terjadi sekarang adalah buktinya. Tapi ini merupakan perasaan yang pertama kali dan ketika semuanya terlalu kompleks dia tidak tahu bagaimana harus bersikap.

Ketika orang mengalami cinta pertamanya begitu sederhana dan menyenangkan, Luke harus menjalaninya dengan kebingungan dan air mata.

“Dave, gue titip El sama lo dan Jerry. Sekarang lo udah paham masalahnya jadi lo ngerti harus ngapain kan?”

“Gue paham kak, lo pergi aja, kakak mesti jaga kan siang ini.”

Lihat selengkapnya