Morning Coffee

Ang.Rose
Chapter #38

Chapter 38 : The Past that we should face

Elena terdiam. begitu mereka selesai menonton konferensi pers yang dilakukan Estra dan Luke. Mereka berdua sengaja menaikan berita pertunangan itu tapi juga membantahnya ketika saatnya tepat.

Tapi pertanyaan orang-orang mengenai hubungan Elena dengan Sean yang berakhir mendadak kini menjadi pertanyaan.

Ya, yang mengumumkan perpisahan mereka berdua bukanlah mereka sendiri namun adalah keluarga masing-masing.

Dia tidak tahu apa yang dilakukan ayahnya untuk membuat kesepakatan antara dia dan Sean tapi dia tahu itu mengorbankan banyak hal dari ayahnya.

Dia memang sedang memulihkan diri, dia memang sedang mencoba untuk mengerti apa yang terjadi tapi masalahnya hal ini terasa sangat cepat dan dia belum tahu harus melakukan apa.

Dia belum yakin bisa mengatasi Sean berdua saja, karena dia tahu laki-laki itu tidak akan segan dan tidak akan berpikir dua kali untuk menyakiti Elena atau memaksanya.

“El,” panggil Abi.

Elena menoleh sambil tersenyum. “Gue gak ngerti permainan apa yang mereka buat asli,” ucap Elena.

“Lo tahu Estra dia suka main, dan gue yakin yang Luke cuma ikutin apa permainannya Estra.”

“Jadi selama ini lo tahu?” Tanya Elena pada Abi, dia tahu sahabatnya itu tidak mungkin tidak tahu apa-apa soal apa yang terjadi.

“Jujur, lo minta gue untuk gak kasih tahu Estra soal lo ada di sini, tapi, gue bilang sama bokap lo kalau lo disini, dan Estra bilang dia tahu lo disini jauh sebelum gue bilang ke bokap lo kalau lo disini.”

“Terus lo ngerencanain apa sama mereka? Ada hal lain yang gue gak tahu Bi?”

“Gue gak ikut ngerencanain apa-apa. Mereka cuma nanya ke gue, gimana kabar lo gimana keadaan lo, soal mereka blow-up masalah pertunangan mereka, itu karena mereka pikir lo akan pulang karena berita itu.”

“Mereka mikir gue bakal pulang cuma gara-gara itu? Berantem sama adik gue soal cowok? Estra kan tahu gue gak akan ngerebut apa yang dia mau.”

“Mereka tahu, begitu gue bilang ke dia, kalau waktu gue tunjukkin berita itu dan gue nyuruh lo buat telfon Estra lo justru gak telfon dia dan cuma diem.”

“Terus rencana mereka apalagi?”

“Gue gak tahu, soal masalah cafe itu, gue juga baru tahu last minute, Luke telfon gue bilang untuk nyari lo karena berita tentang cafe dan berita hoaks bikinan Sean udah tayang di TV.”

“Gimana caranya lo tahu gue ada di sana tadi?”

“El, mobil gue banyak gak cuma satu, dan semua mobil gue ada GPS-nya gue tahu lo bawa mobil apa ya gue tinggal liat GPS aja.”

Elena terdiam tidak menanggapi ucapan Abi sama sekali dan itu menyiksa.

“El, lo marah sama gue?” Tanya Abi.

“No, I’m not, we’re past that situation, I won't be mad at you just because of that, I know you just want me to get better.”

“I’m glad you think like that. So, you want me to drive you, or do you want to go there by yourself?” Tanya Abi.

“What do you mean?”

“Then I’ll drive you there, come on.”

Abi menarik Elena dari sofa dan membawanya ke dalam mobil, mereka berdua mengendarai mobil selama hampir 3 jam. Elena baru sadar dimana mereka sekarang.

“Ayo keluar,” ucap Abi sambil tersenyum.

“Lo ngajak gue kesini?”

“Lo pikir gue mau ngajak lo kemana?”

“Gak papa gue gak expect aja lo bakal ngajak gue kesini, kita nginep disini?”

Abi menggelengkan kepalanya. “Lo yang nginep disini, gue gak nginep disini, gue di hotel terdekat, lagipula gue besok harus ke kuta buat meeting lagi.”

“Lo ninggalin gue disini sendirian?’

“Gue gak ninggalin lo sendirian, tapi lo pikir deh berapa lama lo gak pernah kesini? Resort ini selalu gue kosongin setiap Juli-Agustus jadi lo bebas mau ngapain aja, tapi tetep ada staff kok yang jaga.”

“Bi, gue gak mungkin sendirian disini.”

Abi mendekat dan memeluk Elena. “You can do this. Gue gak mau memaksa lo untuk pergi ke dermaga, tapi setidaknya cuma ini cara yang bisa gue pikirin supaya lo bisa berdamai. Gue tahu lo udah ikhlas, tapi sampai sekarang lo masih gak bisa maafin diri lo sendiri.”

“Tapi, masalah gue yang lain aja belum selesai, lo malah ngasih gue kaya gini.”

“El, masalah lo tuh kaya benang kusut, lo harus ngurai itu satu-persatu, mulai dari maafin diri lo sendiri.”

“Dan menurut lo justru gue harus nyelesain ini dulu?”

“Sekarang jawab pertanyaan gue dengan jujur, setelah lo naburin sisa abu Nuan, apa lo pernah kesini lagi?”

Elena menggelengkan kepalanya.

Lihat selengkapnya