Laksa Corp.
Ayah Sean, Herdian Laksa mendadak mendatangi perusahaan yang sudah lama tidak pernah dia datangi lagi. Semenjak Sean mengambil alih perusahaan Herdian merasa dia sudah melakukan hal terbaik, tapi setelah hal ini terjadi.
“Pah,” sapa Sean.
“Semuanya tunggu di luar, Rachel kamu masuk ikut saya.”
“Tapi pak.”
“Ikut,” ucap Herdian tegas.
Mereka bertiga masuk ke dalam ruangan Sean, alasan Rachel tidak mau ikut masuk adalah dia takut melihat apa yang terjadi pada Sean nantinya, karena dalam hati Rachel dia merasa kasihan.
Plaaak~!
Herdian langsung menampar anaknya dengan kencang, seperti yang sudah bisa dia rasakan tamparan itu terasa sangat panas bahkan kepalanya berdengung kencang.
Bibirnya pun pecah karena tidak sanggup menahan tamparan yang begitu keras.
“Kalau kamu mau main-main jangan bawa-bawa keluarga Gancika! Papa udah bilang jangan cari masalah lagi sama keluarga itu!”
“Pah! Aku udah bilang aku bukan alat papa! Harga diri aku udah berantakan karena dia mukul aku terus aku harus diem aja gitu!?”
“Masih mau ngebantah!?” ucapnya sambil mengangkat tangannya lagi.
“Tampar! Aku gak ngerti sama papa, apa sih yang di kasih sama mereka sampe papa kaya gini!” teriak Sean.
Herdian menarik kerah baju anaknya menahan tubuhnya.
Plaaak~!
Sekali tamparan itu diberikan. “Kalau papa bilang jangan ya jangan nurut aja!”
Plaaak~!
Dua kali tamparan itu pun melayang ke wajah Sean. “Kamu udah buat dosa besar sama keluarga marina! Tapi kamu masih berharap kamu bisa dapetin Elena lagi?”
Plaaak~!
“Jangan berpikir dapetin orang yang bahkan kamu ajak bunuh diri! Bodoh!”
Rachel menahan tangan Herdian. “Pak, kalau keterusan nanti justru jadi sulit.”
Rachel ada di sana bukan karena apa-apa tapi untuk menahan kejadian ini berlanjut karena mereka berdua sama-sama tahu bahwa hal buruk akan terjadi jika dia tidak ditahan.
Rachel pun tahu bahwa alasan Sean menjadi seperti sekarang karena memang ayahnya sangat keras padanya, ayahnya tidak segan menampar ataupun memukulnya jika dia melakukan kesalahan.
Awalnya dia pun tidak mengerti kenapa orang yang manis seperti Sean bisa menjadi seperti itu karena dia tahu betul Sean dulu bukan orang yang seperti itu. Dia tidak sejahat sekarang.
Dan selesainya hubungan antara Sean dan Elena memperburuk keadaan, Elena bisa memberikan kasih sayang yang Sean ingin sejak dulu, begitu pula ayah dan ibu Elena tapi entah kenapa dan entah sejak kapan tiba-tiba semua itu berubah menjadi obsesi yang berlebihan.
“Saya takut bapak keterusan dan akhirnya bikin Sean gak sadarkan diri kaya waktu itu, jadi Pak saya mohon maaf, udah ya,” ucap Rachel.
Rachel masih ingat betul kejadian 2 tahun lalu dimana Sean setelah kecelakaan itu saat dia masih terbaring di rumah sakit, dia dipukul oleh ayahnya dan di usir keluar negeri.
Rachel sebagai asisten yang setia, dia pun ikut kembali ke Amerika untuk menemani Sean pemulihan dan kembali menempuh master disana.
“Aku sebenernya tuh anak papa atau bukan? Aku gak ngerti papa kenapa selalu bertindak kaya gini ke aku salah aku apa? Sebelum kejadian Elena pun papa selalu mukul Sean.”
Herdian terdiam. Dia menatap Sean sebentar, lalu dia berbalik dan berjalan menjauh.
“Kalau papa marah sama Sean karena waktu Sean lahir mama meninggal, itu bukan salah Sean pah, Sean gak minta dilahirin, tapi Sean bersyukur dilahirin, kalau papa pikir Sean gak peduli sama papa, gak mungkin Sean diem aja walau papa pukul.”
“Stop Sean!”
“Sean gak akan stop sampe papa bilang apa alasannya!”
“Kamu mau papa tampar lagi!”
“Sean gak takut sama papa! Bunuh aja aku sekalian, kalau aku emang ngebuat papa sebenci itu sama aku!”
“Sean stop,” ucap Rachel sambil menahan tubuh Sean.
“Kamu urus dia Rach, supaya dia bisa waras. Last warning Sean, kalau kamu mau cari masalah sama Marina terserah tapi jangan bawa-bawa Gancika.”
Herdian keluar dari ruangan Sean, dan Sean terdiam sambil menatap Rachel. “Dia dimana sekarang?”
“Masih di Bali cuma katanya sih mereka pergi ke resort. Abigail ninggalin Elena di resort itu.”
“Resort apa?”
“Caelum? Kayaknya itu namanya.”
“Heaven?”
“Heaven?”
Sean mengangguk. “Caelum, artinya The Heaven… Tunggu… ”
Sean mengambil ponselnya dan mengecek kalender. Sean tersenyum. “Besok gue ada jadwal?”
“Kita ketemu sama Marina Grup buat masalah pemukulan itu.”
“Gue bakal ketemu sama Luke Ben?”
“Ya, karena yang mukul bapak dia.”
“Oke. Lo kabarin mereka kalau gue mau ketemu sama Luke Ben, oke?”
“Oke.”