Hotel Sideways.
Luke, Elena dan Tria sudah berada di di ruang pertemuan mereka. Elena memang bersikap tenang itu terlihat dari wajahnya tapi entah apa yang dia rasakan di dalam hatinya.
Luke menatap Elena sambil mengelus kepalanya. “El kamu yakin?” tanya Luke.
“Ben, kayaknya kamu harus berenti manggil aku El deh.”
Luke mengerutkan keningnya, dia tidak paham maksud Elena. “Kenapa?”
“Kita berdua punya panggilan yang sama loh, kamu gak pusing apa? Kayaknya yang lain aja pusing dengernya.”
“Nih tangan kamu aja udah dingin, pake sok-sokan lagi,” ucap Luke.
“Ish, gak papa sih.”
Keduanya mencoba mencairkan suasana karena walaupun Elena terlihat biasa tapi Luke tahu di dalam hatinya dia masih berusaha untuk tegar dan kuat menghadapi Sean.
Tok… tok…
Tria berdiri membuka pintu ruangan dan seperti yang sebelumnya, Rachel, Bryan dan Sean muncul hari ini.
Rachel yang masuk lebih dulu terkejut melihat Elena ada di sana. “Mba El,” ucap Rachel.
“Hai Rach,” sapa Elena.
“El… ” begitu pula dengan Sean yang tidak percaya Elena ada di sini hari ini. “If you don’t want me be here, I’ll go.”
Elena mengerutkan keningnya, dia kebingungan melihat Sean yang tidak agresif seperti sebelumnya. Seakan di kepalanya muncul flashback semua yang terjadi, hanya ada satu alasan yang terlintas di kepala Elena.
“Papa dateng ke LF?” tanya Elena.
Sean menatap Elena lalu mengangguk. “Papa nemuin aku.”
Elena mengerti sekarang apa yang terjadi. “Kejaksaan gak bisa nurunin?” tanya Elena.
“7M tapi kita harus lepasin gedung LF,” ucap Bryan.
Elena berdiri dari duduknya. “Then you know what you have to do, you guys talk, and I’ll wait outside,” ucap Elena.
“Pak,” ucap Rachel.
Sean hanya mengangguk. Rachel lalu keluar dari ruangan mengikuti Elena dari belakang. Sedangkan Bryan, Tria dan Luke tidak mengerti apa yang terjadi tadi.
“What was that?” tanya Bryan.
“El lo ngerti itu maksudnya apa?”
Luke hanya terdiam dan menatap Sean meminta penjelasan.
“Bryan keluarin kesepakatan kita,” ucap Sean.
“Laksa Grup setuju di 2 milliar, tapi kami tidak bisa setuju tentang Sean harus keluar dari Indonesia. Kami cuma minta itu,” ucap Bryan.
“Lo tahu perusahaan gue lagi gimana sekarang kalau gue keluar dari Indonesia, gak baik buat market apalagi buat perusahaan gue.”
“Gue tahu, perusahaan sebesar lo kalau kena skandal sebesar ini, market juga jadi goyang, gue gak egois. Tapi maksud Elena tadi apa? Dan kenapa lo manggil bapaknya Elena papa?”
“Karena emang dari dulu gue selalu manggil dia itu, kenapa? Lo belum punya kesempatan untuk manggil dia itu?”
“Memang, tapi tadi pagi, keluarga kita udah makan bareng, so, gue rasa gue gak perlu iri tentang itu.”
“Untuk apa lo iri sama gue? Lo gak perlu iri sama gue. Pak Andre udah terang-terangan bilang ke gue kalau dia kecewa sama gue, jadi lo gak perlu takut.”
Luke memegang pulpennya bersiap menandatangi surat persetujuan perdamaian mereka namun, dia kembali menatap Sean.