Tom mendapati dirinya ditugaskan bekerja di Dasar Perut, sementara para pegawai magang lain tengah sibuk merayakan penangkapan Salthook. Setelah ceramah panjang dan memalukan di kantor Pomeroy (“Ketidakpatuhan, Natsworthy .... Memukuli Pegawai Magang senior .... Apa yang akan dipikirkan orangtuamu yang malang?”), dia melangkah gontai menuju Alun-Alun Tottenham dan menunggu lift yang bergerak ke bawah.
Begitu lift yang dinanti tiba, lift itu sangat penuh. Bangku-bangku di kompartemen atas dipadati para pria dan wanita dengan raut arogan dari Serikat Ahli Mesin, yang paling berkuasa dari keempat Serikat Utama yang menggerakkan London. Kehadiran mereka membuat Tom bergidik, dengan kepala botak dan jubah karet putih panjang yang mereka kenakan, membuatnya memilih berdiri di area bawah, tempat wajah galak Wali Kota menatapnya dari poster-poster bertuliskan, Gerakan adalah Kehidupan—Bantu Serikat Ahli Mesin untuk terus menggerakkan London! Lift bergerak turun terus, berhenti di semua pos yang familier—Bakerloo, High Holborn, Low Holborn, Bethnal Green—dan pada setiap perhentian ada kerumunan baru yang memasuki lift, mengimpitnya ke dinding belakang hingga dirinya nyaris merasa lega saat mencapai lantai dasar dan melangkah ke luar, menyambut kegaduhan dan kesibukan yang terjadi di dalam Perut.
Di Perut itulah tempat London melucuti kota-kota yang ditangkapnya: bentangan pelataran dan pabrik-pabrik bau antara Rahang dengan ruang-ruang mesin pusat. Tom membencinya. Tempat itu selalu bising, dan dikelola oleh para pekerja dari lantai-lantai bawah, yang kotor dan menakutkan, serta yang lebih buruk lagi, para narapidana dari Penjara-Penjara Dasar Perut. Hawa panas di bawah sana selalu membuatnya pusing dan gas sulfur membuatnya bersin, sementara kilau bola-bola lampu pijar yang menerangi lorong-lorong menyakiti matanya. Namun, Serikat Sejarawan selalu memastikan sebagian stafnya hadir saat sebuah kota sedang dicerna. Dan, malam ini dia harus ikut bergabung bersama mereka dan berupaya mengingatkan mandor tua yang tangguh di Perut London bahwa buku-buku dan barang-barang antik apa pun yang dibawa tangkapan baru itu merupakan kepunyaan sah Serikat-nya, dan bahwa sejarah itu sama pentingnya dengan bata, besi, dan batu bara.
Dia berjuang keluar dari lift terujung dan bergegas menuju gudang Serikat Sejarawan, melalui koridor-koridor berbentuk tabung berhiaskan ubin-ubin keramik hijau dan melintasi jalur titian baja, jauh di atas lubang-lubang api Pelataran Cerna. Di bawah sana, dia dapat melihat Salthook dibongkar habis-habisan. Kota itu terlihat sangat kecil sekarang, dikerdilkan oleh luasnya Kota London. Mesin-mesin pembongkar kuning besar merayap mengitari Salthook pada jalur-jalurnya, berayun-ayun di atasnya dengan alat derek, dan memanjatinya dengan kaki-kaki hidrolik serupa laba-laba. Roda-roda dan poros-poros Salthook telah dicopot, dan pekerjaan mulai dilakukan pada sisa kerangkanya. Gergaji bundar sebesar kincir ria menggigiti lempeng-lempeng dek, memuntahkan bunga-bunga api. Semburan hebat hawa panas mengepul dari tungku-tungku pembakaran dan mesin-mesin pelebur logam, dan sebelum dia beranjak dua puluh langkah, Tom bisa merasakan keringat mulai merembesi bagian ketiak seragam tunik hitamnya.
Namun, ketika dia akhirnya mencapai gudang, keadaan mulai tampak sedikit lebih cerah. Salthook tidak memiliki museum atau perpustakaan, dan gundukan kecil yang berhasil dikumpulkan dari toko-toko barang rongsokan kota sudah dikemas dalam peti-peti untuk dikirimkan ke Tingkat Dua. Jika beruntung, dia mungkin akan diizinkan untuk menyelesaikan tugas lebih awal dan sempat menikmati momen-momen akhir perayaan. Dia bertanya-tanya Anggota Serikat mana yang berjaga malam ini. Jika si Arkengarth tua atau Dr. Weymouth, maka celakalah dia—mereka selalu memaksamu bekerja sepanjang waktu tugasmu, meskipun tidak ada yang perlu dikerjakan. Jika yang berjaga adalah Potty Pewtertide atau Miss Plym, dia mungkin akan baik-baik saja ....
Namun, selagi bergegas menuju ruang kantor pengawas, dia mulai menyadari bahwa sosok yang jauh lebih penting dari mereka semualah yang bertugas mengawasi pekerjaan Perut malam ini. Ada sebuah mobil buggy terparkir di luar kantor, sebuah kendaraan hitam mengilat dengan logo Serikat terlukis pada kap mesinnya, terlalu mencolok bagi staf biasa. Dua pria dengan seragam khusus staf Serikat berkedudukan tinggi berdiri menanti di sisi mobil. Mereka terlihat sangar, meski dengan pakaian mewah mereka, dan Tom menyadari seketika siapa mereka—Pewsey dan Gench, para perompak-udara tereformasi yang menjadi pelayan setia Kepala Sejarawan selama dua puluh tahun dan menakhodai Elevator Lantai 13 setiap kali sang Kepala Sejarawan terbang dalam sebuah ekspedisi. Valentine berada di sini! pikir Tom, yang berusaha tidak memelotot saat dia bergegas melewati mereka menaiki undakan.
Thaddeus Valentine adalah sosok pahlawan bagi Tom: seorang mantan pemulung yang namanya mencuat sebagai arkeolog London paling masyhur—ditambah posisinya sebagai Kepala Sejarawan, yang menjadi sasaran rasa iri dan dengki orang-orang semacam Pomeroy. Tom menempel foto Valentine di tembok asrama di atas ranjangnya, dan membaca buku-buku karangannya, Petualangan seorang Sejarawan Praktis dan Gurun Amerika—Melintasi Benua Mati Berbekal Senapan, Kamera, dan Kapal Udara, sampai dia hafal di luar kepala. Momen paling membanggakan dalam hidupnya adalah ketika usianya dua belas dan Valentine hadir untuk menganugerahi penghargaan bagi murid-murid magang pada akhir tahun, termasuk salah satunya penghargaan yang didapatkan Tom atas karya esainya tentang mengenali barang-barang antik yang palsu. Hingga kini, dia masih mengingat setiap kata dari pidato yang disampaikan oleh pria hebat itu. “Jangan pernah lupa, wahai kalian Murid-Murid Magang, bahwa kita para Sejarawan adalah Serikat terpenting di kota kita. Kita tidak menghasilkan uang sebanyak Serikat Pedagang, tapi kita menciptakan pengetahuan, yang nilainya jauh lebih besar daripada itu. Kita mungkin tidak bertanggung jawab menyetir ke mana London melaju, seperti Serikat Navigator, tapi apalah yang dapat dilakukan Kaum Navigator seandainya kita tidak melestarikan peta-peta dan bagan-bagan kuno? Sementara bagi Serikat Ahli Teknik, ingatlah bahwa setiap mesin yang pernah mereka kembangkan didasari pada beberapa fragmen Teknologi Kuno—teknologi tinggi purba yang dilestarikan oleh para penjaga museum kita atau digali oleh para arkeolog kita.”
Yang bisa diucapkan Tom sebagai balasannya hanya gumaman, “Terima kasih, Pak,” sebelum dia bergegas kembali ke bangkunya sehingga tak pernah terlintas dalam benaknya bahwa Valentine akan mengingat dirinya. Namun, ketika dia membuka pintu ke ruang kantor pengawas, pria hebat itu mendongak dari mejanya dan tersenyum lebar.
“Natsworthy, bukan? Pegawai magang yang sangat lihai mengenali barang-barang palsu? Aku harus berhati-hati dengan langkahku malam ini, kalau tidak ingin ketahuan!”
Itu bukan gurauan hebat, tapi mampu mencairkan kecanggungan yang biasa hadir di antara seorang pegawai magang dengan Anggota Serikat senior, dan Tom mulai merasa cukup rileks untuk berhenti berdiri lama-lama dan melangkah masuk, sambil mengulurkan secarik pesan yang dibawanya dari Pomeroy. Valentine segera berdiri dan melangkah maju untuk mengambilnya. Dia adalah seorang pria berwajah tampan yang hampir menginjak usia empat puluh, dengan badan jangkung dan rambut hitam gondrong berseling perak dan janggut hitam yang tercukur rapi. Sepasang mata kelabu pelautnya berbinar dengan humor, dan di keningnya ada mata ketiga—tanda Serikat bagi Sejarawan, mata biru yang memandang ke masa lalu—yang tampak berkedip saat dia mengangkat satu alisnya bingung.
“Berkelahi, ya? Lantas, apa yang dilakukan Pegawai Magang Melliphant hingga kau merasa pantas untuk memberikan lebam di matanya?”
“Dia mengejek soal ibu dan ayahku, Pak,” gumam Tom.
“Aku mengerti.” Sang penjelajah itu mengangguk, seraya mengamati wajah bocah itu. Alih-alih menegurnya, dia bertanya, “Apa kau putra David dan Rebecca Natsworthy?”
“Benar, Pak,” aku Tom. “Tapi aku baru berumur enam tahun ketika Guncangan Besar terjadi .... Maksudku, aku tidak begitu ingat mereka.”
Valentine kembali mengangguk, matanya begitu prihatin dan penuh simpati. “Mereka adalah Sejarawan yang pandai, Thomas. Kuharap kau akan mengikuti jejak mereka.”