Mottania : The Legend's Ice Sword

Andriyani
Chapter #4

Bab 3 - Pria Asing dari Dunia Lain

Mata biru Aident menatap Kisha dari belakang dengan sorot pandang penuh tanya. Sebenarnya Aident tengah memikirkan beberapa kejanggalan dari gadis yang tengah berjalan di depannya ini. Entah kenapa ia merasa kalau Kisha agak berbeda dari manusia kebanyakan yang tinggal di dunia ini. Dia juga memiliki sifat dan kebiasaan yang terbilang aneh untuk bisa dibilang manusia biasa.

Yang pertama, Kisha sangat tempramen dan sensitif. Oke, mungkin ini kedengaran wajar karena manusia pada umumnya juga banyak yang seperti itu. Tapi menurut Aident, tempramen Kisha ini agak terlalu berlebihan. Lalu yang kedua, dia juga terlihat sangat membenci manusia padahal dia sendiri adalah seorang manusia. Benar-benar aneh, bukan? Dan yang ketiga, mengapa dia bisa melihat makhluk Mottania yang berkeliaran di dunia manusia padahal orang lain tidak? Aident jadi curiga, jangan-jangan gadis ini adalah salah satu Mottarian yang mengungsi ke dunia manusia. Apalagi dia juga tinggal di hutan dan hidup bersama harimau sebesar itu. Dia benar-benar tidak wajar untuk bisa di bilang manusia biasa.

Tapi kemudian Aident segera menggeleng pelan. Ya, jika dipikir lagi itu mustahil, sih.

Aident pernah membaca sebuah buku tentang hutan ajaib di Mottania yang konon katanya bisa membuka portal menuju dunia manusia—dulu Aident tidak memercayai itu, tapi kini ia sudah membuktikan kebenarannya langsung karena telah mengalaminya sendiri tadi siang. Dalam buku itu mengatakan bahwa, hanya pada waktu tertentu saja portal itu akan terbuka. Dan yang bisa melewatinya pun hanya orang yang benar-benar terdesak saja—seperti Aident yang terdesak lantaran di kejar-kejar oleh para Orc.

Selain itu, dalam buku itu juga tertulis, jika ada makhluk ber-aura negatif yang berhasil melihat keberadaan portal itu dan melewatinya, maka kekuatannya akan melemah. Oleh karena itu Lord Glacio menyebutnya daerah terlarang. Karena selain hutan itu akan melemahkannya, hutan itu bahkan tidak bereaksi apa pun terhadap sihirnya.

Dari fakta itu Aident menyimpulkan, mungkin memang masih ada setitik kemungkinan kalau Kisha berasal dari Mottania. Tapi rasanya itu hampir mustahil. Karena bisa saja ‘kan, alasan Kisha tinggal di hutan ini, itu karena dia anak tidak beruntung yang dibuang oleh keluarganya ke tempat ini, lalu di rawat oleh harimau putih besar yang hampir saja membunuh Aident tadi siang. Ya, rasanya itu masih jauh lebih masuk akal dari pada menebak kalau gadis itu berasal dari Mottania. Tapi tetap saja, Aident masih bertanya-tanya dalam hati, kenapa Kisha bisa melihat keberadaan Orc di dunia ini? Padahal harusnya hanya orang-orang dari Mottania saja yang akan bisa melihat keberadaan monster yang berkeliaran di dunia manusia.

“Hei, tuli!” Kisha berseru tiba-tiba yang langsung membangkitkan Aident dari lamunannya.

Aident menatapnya tak senang. “Kau ini kenapa, sih?!”

“Kau yang kenapa?!” seru Kisha lagi sambil menunjuk wajah Aident dengan berani. “Aku sedari tadi bicara denganmu tapi kau tidak mendengarkannya, kan?! Kalau begitu potong saja telingamu. Percuma saja terpasang jika tidak digunakan dengan baik!”

“Apa kau bilang?!” Aident mendelik tersinggung. “Aku ini tidak tuli! Kau saja yang bicaranya terlalu pelan!”

“Pelan katamu? Cih! Sudah salah tapi tetap saja tidak mau kalah! Dasar manusia tidak tahu diri!”

“Mengapa kau selalu mengolok-olok manusia padahal kau sendiri manusia?!”

“Aku memang manusia. Tapi tidak mereka yang ada di luar sana, apalagi seperti dirimu!” Kisha menjawab ketus dengan sorot mata mengilat marah.

“Oh, ya?” Aident mengangkat sebelah alisnya mencibir. “Kau percaya diri sekali menilai dirimu lebih baik dari orang lain. Sadarlah! Yang menilai seseorang itu orang lain, bukan dirimu sendiri! Kau bahkan tidak lebih baik dari mereka!”

Kisha merengut kesal di bilang seperti itu. Tapi ia memutuskan untuk tidak membalas lagi. Ia bisa benar-benar naik darah nanti, membuat penyakit saja! Ia a pun hanya menabrak bahu Aident kasar lalu melangkahkan kakinya dengan cepat menjauhi pria itu. Sementara Aident tertawa puas lantaran merasa menang.

“Huuu ... dasar tukang ambek!” seru pria itu seraya menyusul langkah Kisha di belakang.

Kini mereka melanjutkan perjalanan dalam diam. Selama beberapa menit ke depan, Kisha masih tampak kesal lantaran perkataan terakhir Aident padanya yang menyebalkan itu. Ingin sekali rasanya ia menendang pria itu, tapi ia tahan sebisa mungkin karena ia penasaran akan cerita Aident yang walaupun akan terdengar sangat konyol dan mustahil, tapi cukup logis jika dipikir lebih dalam.

Tak lama kemudian, akhirnya mereka sampai di hadapan sebuah gua dengan dinding yang di dominasi warna hitam keabuan yang berkerlap-kerlip indah tertimpa cahaya bulan. Aident mengikuti Kisha dari belakang sambil mengagumi stalaktit yang tersusun indah di langit-langit gua. Ia juga sempat melewati aliran air yang sangat jernih dan menadahkan tangannya untuk mengambil air lalu meminumnya. Ah, melegakan sekali rasanya. Aident baru ingat kalau ia belum minum air sejak menginjak dunia manusia.

Setelah melewati beberapa kelokan yang membingungkan dan sulit diingat, kini keduanya telah tiba di penghujung Gua. Seekor harimau putih besar yang tampak familiar sudah menyambut kehadiran Aident dan Kisha di sana. Ya, tentu saja dengan geraman tidak ramahnya.

“Hai, Leo,” sapa Kisha manis sambil membelai tengkuk Leo. “Lihat, aku membawa makanan untuk kita.”

Ah, makanan itu. Aident tidak habis pikir dengan Kisha. Jadi gadis itu masih tetap menjinjing kantung kresek berisi daging itu di kala situasi genting ketika mereka di kejar para Orc tadi?! Dan itu demi si harimau besar itu?! Wah, persahabatan mereka benar-benar patut diacungi jempol. Jempol ke bawah maksudnya.

“Uh ... romantis sekali,” ejek Aident. “Kau tetap mempertahankan jinjingan itu demi seekor harimau besar pemalas meskipun kita sedang dalam keadaan genting.”

Mendengar itu, Leo langsung menggeram marah dan mengaum sangat keras hingga memekakkan telinga Aident, dan membuatnya mundur takut. Sementara Kisha yang juga merasa sebal dengan ejekan Aident barusan langsung tersenyum puas ketika pria itu terlihat tak berkutik di hadapan Leo.

“Bagus, Leo,” tukasnya senang sambil tolak pinggang mengejek balik Aident. “Manusia yang tidak tahu terima kasih seperti dia memang harusnya kau makan saja sedari tadi.”

Aident melotot panik. Tapi kemudian ia berusaha terlihat tegas. “O-oh! Silakan saja jika kau tidak ingin mendengar ceritaku!”

Kisha kembali merengut sebal. ‘Pria ini menyebalkan sekali. Awas saja kau nanti! Sekarang aku memang sangat membutuhkanmu karena penasaran ingin mendengar lebih banyak soal makhluk-makhluk hijau tadi!’ batinnya merutuk kesal. ‘Kalau sudah tidak kuperlukan lagi, akan kubuang kau jauh-jauh sampai ke dasar lembah hutan ini!’

Kisha mendengus malas. “Ya sudah cepat ceritakan!” serunya tak sabar.

Lihat selengkapnya