“Kau seorang Elves!” pekik Aident tak percaya.
Kisha ternganga terkejut, tapi keningnya berkerut tanda tidak percaya. Bagaimana mungkin ia seorang Elves? Mengetahui akan kebenaran dari peradaban Mottania saja rasanya masih sulit di percaya. Kini pria itu malah berkata kalau Kisha adalah makhluk Mottania berjenis Elves?! Itu mustahil!
Kisha tertawa tiba-tiba. “Itu konyol sekali. Kau benar-benar berbakat menjadi pelawak, Aident,” cibirnya.
Aident mendelik tidak terima. Ia kemudian menarik tangan Kisha dengan paksa. “Kemari, akan kubuktikan kalau aku tidak sedang melawak!”
Kisha berusaha meronta. “Lepaskan! Kau mau membawaku kemana?!”
Aident tidak menggubrisnya. Bola mata birunya menatap tajam setiap sudut yang ada di hadapannya, lalu berhenti pada seonggok batu yang telah beku menjadi kristal es. Ia pun segera menyeret Kisha ke arah batu itu.
“Bercerminlah!” perintahnya sambil menunjuk batu itu.
“Atas dasar apa aku harus menuru—hmmp!” Ucapan Kisha terpotong seketika lantaran Aident langsung membekap mulutnya dan menolehkan wajahnya dengan paksa menghadap kristal batu itu. Otomatis Kisha jadi melihat bayangan dirinya di batu itu.
Dan saat itu juga, matanya seketika terbelalak sempurna, mulutnya ternganga lebar begitu terkejut. Aident yang melihat ekspresi Kisha yang seperti itu pun tersenyum puas karena ia telah membuktikan pada gadis itu kalau ia tidak sedang asal bicara saja ketika ia berkata kalau Kisha adalah seorang Elves.
“Bagaimana? Kau masih bisa mengelak sekarang?” Aident menyindir.
Kisha tak menggubrisnya. Bagaimana bisa, ia bahkan tidak menyadari ucapan Aident barusan. Ia terlalu sibuk terkaget-kaget pada pantulan wajahnya di dalam kristal batu itu. Ia pun otomatis memegangi telinga runcingnya dengan takut-takut. “Ti-tidak mungkin ....”
Aident melangkah maju mendekati Kisha. Ia memegang bahu gadis itu seraya berkata, “Aku juga terkejut saat pertama melihatmu dalam wujud Elves. Tapi setelah kupikir lagi, itu masuk akal juga sebenarnya.”
Mendengar itu, Kisha langsung mendelik marah dan menampik tangan Aident kasar.
“Masuk akal katamu?!” Kisha menggeram marah. Kini emosinya tengah meluap begitu dahsyatnya. Ia tiba-tiba berpikir kalau hal aneh yang tengah terjadi pada dirinya saat ini, itu semua gara-gara hadirnya Aident dalam hidupnya. Sejak ia bertemu dengan pria itu, hal buruk selalu menimpa dirinya. Dan untuk yang kali ini, itu sudah sangat buruk dan bencana besar bagi Kisha.
“Apa menurutmu hal aneh seperti ini adalah hal yang masuk akal bagimu?!” Kisha mengencangkan suaranya. “Ini mengerikan Aident! Bagaimana bisa telingaku jadi seperti alien begini?! Apa kata orang nanti jika melihatku seperti ini?! Apa kau tidak pernah berpikir bagaimana sulitnya jadi aku yang harus bertahan hidup di hutan sendirian?! Sekarang bebanku akan bertambah berkali-kali lipat akibat telingaku jadi seperti ini! Tapi kau malah dengan entengnya berkata kalau ini masuk akal?! Kau benar-benar tidak berperasaan!”
Aident gelagapan. Masalahnya emosi Kisha sudah benar-benar berada di puncak saat ini. Aident takut salah bicara. Apalagi ketika melihat dada gadis itu yang terlihat naik turun, juga matanya yang berkilat marah bercampur ingin menangis. Aident jadi merasa tidak karuan.
Tapi kemudian ia berusaha menenangkan, “Hei, tenang dulu ....” Aident memegang bahu Kisha.“ Biar kujelaskan kenapa aku bilang ini masuk akal.”
Namun Kisha segera menepis tangan Aident dari bahunya. Pria bersurai putih itu pun menarik napas sejenak, lalu kemudian mulai menjelaskan.
“Oke, sekarang tolong dengarkan asumsiku dulu,” kata Aident pelan. “Begini. Sebenarnya kemarin-kemarin aku sempat menebak-nebak kalau bisa saja kau merupakan penduduk Mottania. Tapi pemikiran itu segera kutepis karena rasanya tidak mungkin dan agak terlalu jauh. Tapi setelah melihat telingamu berubah jadi seperti kaum Elves, asumsiku yang kemarin-kemarin itu ternyata memang tepat dan masuk akal juga.”
Aident diam sejenak untuk melihat reaksi Kisha. Ya, gadis itu masih tampak tidak terima dengan penjelasan Aident. Namun Aident tidak menyerah.
“Dengar,” sambung Aident lagi. “Saat kau mengataiku aneh karena penampilanku berbeda dari penduduk lokal, saat itu juga aku menyadari kalau kau juga sama sepertiku. Kita berbeda dari mereka yang memiliki warna rambut dan mata gelap, juga kulit yang kecokelatan. Sementara penampilan kita kebalikannya.”
“Itu karena bisa saja aku ini keturunan Eropa yang kebetulan dibuang atau di tinggalkan di hutan Asia,” potong Kisha. “Di bumi ada banyak negara dengan banyak ras yang memiliki rambut pirang dan mata biru sepertiku!”
“Tapi tidak ada yang sekuat dirimu, Kisha.”
“Itu karena aku sudah terbiasa sejak kecil.”
“Kau juga sangat pandai memanah!”
“Itu karena aku rajin berlatih! Aku harus melakukan itu untuk bertahan hidup di hutan!”