Pendar cahaya keemasan yang bersinar terang di balik awan dingin berhasil membangunkan Aident dari tidurnya. Matanya mengerjap perlahan, tubuhnya mengulet meregangkan otot. Pandangannya lalu menatap lurus ke atas langit. Ah, jika saja tidak ada kabut dingin yang menghalangi, matahari pasti sudah tampil gagah meninggi di atas sana. Dari penampakan sinar yang cukup terang agak keemasan seperti sekarang ini, Aident dapat menebak kalau ini pasti sudah sekitar pukul sepuluh pagi. Aident jadi agak merasa sedih, jika saja tidak ada salju yang menutupi peradaban Mottania, musim panas di negeri ini harusnya akan terlihat sangat indah dan menyegarkan.
Setelah merasa sudah sadar sempurna, Aident segera bangkit dari posisi tidurnya. Ia melihat ke arah Leo di sampingnya, ternyata harimau besar itu masih terlelap begitu tenangnya sambil mendengkur halus. Aident agak heran melihat itu, memangnya ada harimau yang terlelap sampai sesiang ini? Tapi mungkin itu karena Leo kelelahan. Ya, Aident memakluminya.
Namun sesaat berikutnya, Aident baru menyadari kalau ada sesuatu yang hilang di dekat Leo. Ya, Kisha. Harusnya gadis itu tengah bersandar tenang di tubuh hangat harimau itu. Tapi kini dia tidak ada. Aident pun celingak-celinguk kesana kemari, berusaha mencari keberadaannya. Dan ia menemukan gadis itu ternyata tengah terlelap bersandar di pohon yang ada di sebelah kiri Aident.
“Astaga!” pekik pria itu sambil menghampiri Kisha merasa tidak tega. “Jadi dia benar-benar berjaga dari dini hari tadi sampai ketiduran di sini? Kau ini bodoh sekali, Aident. Pria macam apa yang membiarkan seorang wanita berjaga sampai kelelahan begini?!”
Aident menatap Kisha lembut, sebenarnya ia ingin memindahkan tubuh gadis ini ke tempat yang lebih hangat di atas tumpukan dedaunan yang menjadi alas tidurnya tadi. Tapi Aident takut kalau ia menyentuhnya, Kisha akan terbangun dan langsung meninju wajahnya seperti kala pertama ia menyentuh tangannya kemarin. Ah, benar-benar gadis bar-bar. Tak sadar, Aident menyunggingkan senyumnya ketika mengingat hal itu sambil menatap wajah Kisha yang tampak begitu teduh saat ini, dari jarak yang begitu dekat.
“Kau sangat cantik jika sedang tenang seperti ini,” gumam Aident tanpa sadar.
Tapi tiba-tiba, kelopak mata Kisha terbuka. Menampilkan bola mata biru lautnya yang menatap balik mata Aident begitu tajam. Jantung pria itu pun mendadak berdebar kencang bukan main, takut kalau-kalau gadis di hadapannya ini akan langsung meledak memarahinya. Atau yang terburuk, bisa jadi dia akan menyuruh Leo untuk menjadikannya sebagai santapan sarapan pagi. Glek! Aident meneguk salivanya gugup sekaligus takut membayangkan itu.
“Kau kenapa?” tanya Kisha datar, yang tentu saja membuat Aident kebingungan.
‘Dia tidak marah?’ batin Aident heran.
“Ti-tidak apa,” Pria itu menjawab kemudian, seraya memundurkan wajahnya memberi jarak dari wajah Kisha sebelum gadis itu memarahinya. “K-kau tahu, hari sudah menjelang siang dan aku, eum, bermaksud untuk membangunkanmu. Tapi kau, eh, sepertinya kau sangat lelah. Jadi aku tidak tega.”
Kisha tampak mengangkat sebelah alisnya, merasa bingung dengan Aident yang bicara tidak karuan seperti itu. Tapi kemudian ia hanya mengedikkan bahu acuh, lalu bangkit berdiri menghampiri Leo.
Sementara Aident, ia sukses dibuat ternganga lebar oleh sikap Kisha barusan yang benar-benar tidak seperti biasanya. Ia sampai bertanya-tanya dalam hati, apa gadis itu sedang kerasukan malaikat baik hati pagi ini, mangkanya sikap emosiannya tiba-tiba menghilang? Tapi syukurlah, semoga saja Kisha akan terus seperti ini, supaya hari-hari mereka kedepannya pun juga akan lebih mudah. Ya, sejujurnya tidak mengenakan juga setiap hari harus bertengkar dengannya.
Kisha mengelus lembut kepala Leo ketika sudah tiba di sisi harimau putih besar itu. “Hei, bangunlah kawan. Kita harus segera melanjutkan perjalanan untuk menyudahi kemalangan yang melanda negeri ini sesegera mungkin,” ucap gadis itu antusias.
Leo mulai menggeliat perlahan, kemudian membuka kelopak mata besarnya. Ia langsung mendengkur manja pada Kisha dan membentur-benturkan kepalanya ke tubuh gadis itu. Kisha pun tertawa kecil melihat perlakuan Leo padanya.
Lagi-lagi, tanpa sadar Aident terkagum-kagum ketika melihat wajah Kisha yang tengah tersenyum seperti itu. Sungguh, gadis itu sebenarnya sangat cantik jika dia tidak pelit memberikan senyumnya. Aident bahkan sampai ikut tersenyum-senyum sendiri.
Kisha kemudian menoleh pada Aident, “Sekarang kita akan kemana?” tanyanya tiba-tiba yang langsung membangkitkan Aident dari lamunnya.
“Apa?” Aident tampak linglung untuk sejenak. Tapi kemudian ia langsung menyadari pertanyaan Kisha barusan dan segera menjawab. “Oh! Kita akan ke—”
Bum!
Suara debuman tanah membuat Aident menghentikan perkataannya seketika. Semua saling merapat panik, masalahnya suara itu terdengar begitu dekat bahkan sampai membuat pijakan mereka sedikit bergetar.