Mozaic

Hendra Purnama
Chapter #12

IRWAN: Tanda-Tanda Kebencian Mulai Tampak

Apakah memang benar di surga sana ada sebuah pohon yang pada daunnya terukir nama semua manusia? Dan ketika tiba waktunya—dimana tak ada yang tahu—maka daun itu akan menguning dan gugur. Maka malaikat akan menangkap daun itu, membaca nama yang terukir halus di sana, lalu malaikat maut turun ke bumi, mencari orang itu, lalu melakukan tugasnya dengan sebuah kesakitan tujuh ratus tusukan pedang.

Bila memang begitu, pastilah setiap ada selembar daun gugur, sepasukan malaikat maut pun turun. Mereka menyamar menjadi burung uncuing yang bercuit-cuit di atap rumah, membuat orang percaya maut akan datang bagi siapapun penghuni rumah itu. Mungkin mereka malah tidak memberi tanda, tapi datang dan pergi serupa halilintar yang tak pernah bisa ditangkap kecuali kerdip kilatannya oleh mata. Mungkin, karena sebuah misteri yang meliputi desa itu. Beginilah cerita ini ditulis dan dikisahkan:

Ketika kandungan istrinya masuk bulan ketiga, ternyata peternakan itu sudah meluas menjadi tempat pemotongan babi, dan kali ini Irwan bisa melihat setidaknya kali ini desa terbelah tiga, yaitu mereka yang mendukung peternakan babi itu sebagai pemasukan bagi desa (Ramon sudah melakukan perbaikan jalan, penembokan dinding sungai, renovasi pos ronda, apa lagi?) dan rasanya jumlah mereka tambah banyak dari hari ke hari, lalu kelompok kedua adalah mereka yang tidak nyaman dengan peternakan babi tapi memilih diam mengikuti petunjuk sesepuh desa, lalu kelompok ketiga adalah mereka yang ingin mengenyahkan peternakan babi itu (mereka dengan lantang berteriak: tak nyaman rasanya hidup kalau menggunakan semua fasilitas dari uang babi! Hei, bukankah babi hanya perantara?)

Irwan tidak pernah merasa perlu berdiri di satu kelompok manapun, sudah lama dia percaya bahwa menyatukan lebih baik daripada membagi. Lagipula masih banyak cara lain. Tapi Irwan rupanya sudah terlalu banyak berpikir, sementara bidadarinya bergerak lebih cepat.

Dia tidak sendiri tapi juga bersama dengan ibu-ibu dan sesama butiran anggur lain. Mereka seolah membentuk barisan perempuan yang tak kasat mata (Rupanya bidadarinya masih bisa percaya mereka, Irwan tidak. Sudah lama Irwan beranggapan perempuan-perempuan itu mau datang membantu karena kedekatan pribadi dan bukan perintah organisasi, dan mengapa teman-temanku tidak begitu?)  

Lalu inilah yang mereka lakukan: mereka mengundang penyuluh yang juga seorang dokter dari sebuah rumah sakit swasta untuk bicara tentang daging babi, mereka mengorganisir penyemprotan disinfektan, mereka menyelenggarakan pemeriksaan gratis untuk warga terutama dari pemeriksaan cacing pita pada anak-anak, mereka bicara dari orang ke orang tentang kewaspadaan pada daging babi yang menyusup menjadi daging sapi, mereka mengorganisir sidak pada pasar desa untuk menemukan daging babi yang menyusup (dan sepertinya mereka menemukan beberapa belas kilo) itu karena mereka percaya tidak semua daging babi itu dijual di luar desa, sebab selalu ada bagian-bagian kecil yang tidak terlihat. Mereka juga mengorganisir penyisiran pada warung-warung karena diduga ada saja produk-produk olahan yang kembali dijual ke desa.

Bukankah mereka melakukan hal-hal yang sangat biasa? Tapi tak lama terdengar fitnah pada perempuan-perempuan itu, katanya mereka datang dari golongan terlarang, mereka akan membuat perempuan desa jadi bercadar dan membuat laki-lakinya menjadi perakit bom (Irwan berpikir, itu tuduhan yang sangat dangkal, murahan, dan lucu, tapi rupanya lucu tidak jadi bagian dari fitnah ini sebab semuanya berwajah serius ketika mengucapkannya).

Lihat selengkapnya